SKACHERY

Hasna Khairunisa
Chapter #14

#14. Sebuah Usaha Memperbaiki


Apa Rei pernah mengatakan bahwa Aurio termasuk ke dalam jajaran laki-laki yang memiliki jiwa posesif tinggi yang tersembunyi? Sungguh, lelaki itu benar-benar merepotkan jika sifatnya sedang kambuh. Mungkin banyak yang belum memahaminya, tapi faktanya Rio memang begitu. Dia tidak akan memperlihatkannya secara gamblang kepada orang lain. Sebaliknya, Rio hanya bersikap seperti itu terhadap beberapa orang yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Termasuk Rei.

Seperti siang ini, Rio mendiamkannya setelah menggerutu panjang lebar. Pasal Rei yang pergi sendirian tanpa mengatakan apapun padanya.

Rei paham, keadaannya saat ini memang tidak dalam kondisi yang wajar untuk bepergian. Tapi, bukan berarti dia harus terus-terusan berada di dalam kerangkeng putih yang membuatnya muak itu seharian penuh. Rei juga ingin pergi keluar. Lagipun, alasannya pergi hari ini adalah karena si Atlet Panahan itu.

Semalaman, Rei merenung untuk menambah keyakinan diri bahwa ia harus membuang segala rasa kecewanya jauh-jauh. Dia tidak ingin mengingat yang lalu, cukuplah hari esok yang menjadi fokusnya. Dan juga, ia bertekad untuk me-reset semua ingatan perihal kebohongan terhadapnya, agar hatinya bisa sembuh.

Ya, Rei ingin berusaha sembuh, menghilangkan rasa kecewa, dan mematikan ego dalam diri. Maka caranya adalah dengan sebuah usaha memperbaiki.

Apa yang diperbaiki? Semuanya. Termasuk hatinya yang patah.

"Rio ... masih marah?" Pertanyaan itu kontan menarik perhatian Rio dari ponsel. Sedari tadi mereka saling terdiam. Sibuk dengan pikiran satu sama lain. Rei jadi sedikit tidak enak hati padanya.

"Enggak." Itu artinya Rio masih marah. Deru napas mengudara dengan pasrah. Laki-laki itu agaknya mulai lelah marah-marah. Memang bukan sifatnya untuk jadi seorang pemarah. Aurio tidak pandai melakukannya.

Daksa tegap itu beranjak dari sofa. Menghampiri Rei yang terduduk di dekat jendela. Lalu berlutut untuk menyejajarkan tubuh mereka. Rio mengulurkan tangan supaya jemarinya bisa terang-terangan menyentuh surai cokelat lembut milik Rei. Kemudian berpindah pada punggung tangan Rei yang bertaut di pangkuan si gadis. Diusapnya tangan kecil itu perlahan. Tentu saja dengan penuh kelembutan.

"Aku udah gak marah kok, cuma besok-besok aku gak mau kayak gini lagi. Jangan sendirian, Rei." Gadis itu mengangguk patuh saat mendengar serangkaian kata memohon dari lisan Rio.

Kedua tangan Rei menjulur ke depan. Menangkup wajah Rio dengan senyum yang terpatri di bibir. Lelaki berahang tegas itu hanya mampu membalasnya dengan pandangan intens. Seperti tidak ada objek pandang apapun yang bisa dilihatnya selain dua bola mata hazel Rei yang dalam.

"Maaf ya, Yo ...."

Hal pertama yang harus di perbaiki ialah Aurio. Karena tanpa sadar, Rei pernah menggantikan posisinya dengan sosok yang lain di sudut hati terdalam.

Maaf, Yo ... untuk pernah menggantikan kamu.

***

Tak ada yang dapat membenci hari minggu. Begitupun Rei. Akhir pekannya kali ini terasa menyenangkan. Semua berkumpul di dalam satu ruangan yang cukup untuk menampung orang terdekatnya. Hari ini ketiga temannya datang, Tante Yoland dan Om Yohan juga tidak mau absen untuk menemani Rei akhir pekan ini. Kalau Rio jangan diragukan lagi. Dia orang yang setiap saat ada di sini. Satu-satunya orang yang tidak meninggalkannya sendirian.

Satu hari yang terasa singkat, karena Rei menghabiskannya bersama orang-orang yang dapat membuatnya bahagia. Tidak ada yang terdiam saat itu, semua luruh dalam tawa dan pembicaraan panjang lebar yang seolah tiada ujung. Hingga senja datang dan memisahkan kembali keceriaan itu. Tapi tidak masalah, Rei sudah cukup senang walaupun malamnya nanti akan sepi.

"Rei, Om sama Tante kayaknya gak bisa sampai malam di sini. Biasalah kerjaan numpuk semua di rumah," ujar Tante Yoland seraya mendengus lelah.

Rei maklum. Sebagai pebisnis, Om Yohan dan Tante Yoland memang jarang memiliki waktu luang. Setidaknya ia harus bersyukur karena mereka masih menyempatkan waktu untuk menemani akhir pekan Rei di rumah sakit.

Lihat selengkapnya