"Vina?" panggilan itu tak hanya membuat si pemilik nama menoleh, tapi Rei juga. Ia ikut melihat bagaimana sorot mata itu berbinar sekaligus ada keterkejutan di sana.
"Hai," sapanya girang sembari melambaikan tangan pada Rio.
"Kok bisa di sini?" Ada gurat tidak percaya di wajah Rio, namun tak bisa dipungkiri bahwa seulas senyum tipis tercipta di bibir ranumnya.
"Ya bisalah, aku udah lama gak ke kota ini. Jadi mau lepas kangen sekalian refreshing beberapa hari," ujarnya tanpa melunturkan senyum.
"Kenapa gak bilang-bilang dulu? tahu gitu kemarin kuajak sekalian," ujar si lelaki yang tampak akrab seolah sudah kenal lama.
Bibir tipis si gadis mencebik dengan kedua tangan bersidekap di depan dada. "Gimana mau bilang, kamunya aja tiba-tiba hilang. Eh, ternyata pulang kampung."
Terdengar kekehan ringan dari bibir Rio. Begitu juga dengan perempuan berambut ombre ini. Sesaat mereka lupa jika ada makhluk lain di antara mereka yang tengah terpaku di tempat. Melihat interaksi itu membuat Rei agak kikuk. Hingga akhirnya ia berdeham untuk terlihat oleh kedua manusia rupawan itu.
Rio peka dengan cepat. Dia menyengir lebar seraya berpindah posisi di samping Rei. "Rei, kenalin dia Vina ... temanku selama di Belanda," ujar Rio memperkenalkan keduanya. "Dan Vina, ini Rei sahabatku."
Oh, temannya, batin Rei. Tapi sepertinya interaksi mereka terlihat lebih akrab untuk sekadar teman.
"Aku tahu kok, kita juga udah sempat kenalan waktu kamu pergi tadi," sahutnya ramah. "Lagi pula gimana mungkin aku gak kenal Rei, kamu 'kan selalu cerita panjang lebar soal dia."
Mendengar namanya disebut, kepala Rei kontan mendongak. Terkejut, karena ternyata Rio menceritakan dirinya pada teman-temannya yang lain.
"Rio cerita apa aja tentang aku?" tanya Rei penasaran. Dia mencoba untuk bersikap seramah mungkin dan mengesampingkan perasaan negatif untuk saat ini.
"Banyak! Aku ceritanya sambil masuk aja ya, di luar dingin, banyak angin, gak bagus buat kesehatan," kata Vina sembari membantu Rei berjalan dengan kruknya. Kedua gadis itu pun berlalu dan masuk ke dalam rumah sakit sambil berceloteh ria.
Obrolan panjang mereka berlangsung lama. Sekitar dua jam, ketiganya sibuk mendongeng satu sama lain. Menjadikan mereka lebih dekat serta lebih saling mengenal. Dan dari percakapan itu, Rei bisa melihat betapa ramahnya gadis blasteran itu.
Seravina Rawnie.
Gadis asal Bali-Amerika yang sudah bertahun-tahun menetap di negri Kincir Angin itu, ternyata sudah setahun lebih menjalin pertemanan dengan Rio. Rei cukup terkejut ketika mendengar fakta tersebut. Karena sebelum ini, Rio tidak pernah menceritakan sosok itu padanya. Sama sekali tidak pernah.
Aurio seakan enggan berbagi kisah pasal Vina padanya. Bukannya apa, tapi seingat Rei, Rio seringkali menceritakan beberapa temannya lewat telepon. Tapi kenapa yang satu ini tidak? Apa karena dia perempuan? Dan mungkin karena dia perempuan, tatapan Rio padanya sedikit tidak biasa.