"Dokter bilang cedera kepala yang di alami Rei membuat ingatannya jadi terganggu. Mungkin itu sebabnya Rei menganggap kamu sebagai Rio." Suara Tante Yoland beberapa waktu lalu masih mengisi gendang telinganya. Dengan kalimat itu, si wanita dewasa mampu membuat Jayden termenung kaku di lorong rumah sakit yang banyak orang.
Jayden tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan jadi serumit ini. Selama 23 tahun ia hidup, sekali pun ada masalah, Jayden pasti bisa mengatasinya. Namun, kali ini berbeda. Satu kesalahan fatal yang ia sebabkan, nyatanya berbuntut panjang.
Dan sekarang ia harus berpura-pura menjadi orang lain yang tidak ia kenal? Hebat sekali cara kerja takdir.
Satu helaan napas panjang diembuskan Jayden dengan susah payah. Dia lelah. Hatinya pun letih jika harus terus-menerus bersalah. Untuk kali ini ia ingin menyerah saja. Lantas kata-kata Rendy kala itu terputar dengan sendirinya. "Gelar atlet panah kebanggaan Indonesia lo akan hilang. Karena Indonesia gak akan pernah bangga punya atlet yang kena kasus sama polisi."
Dulu sewaktu umurnya masih menginjak 8 tahun, Jayden pernah mendeklarasikan diri untuk menjadi seorang atlet panah yang bisa membanggakan ayah dan bundanya. Kedua orang tuanya pun mendukung penuh keinginan itu. Kemudian seiring berjalannya waktu, Jayden berhasil masuk PERPANI berkat bakat serta kerja kerasnya sendiri.
Jayden Alfa Devaro tumbuh menjadi seorang atlet dengan jiwa kompetitif yang tinggi. Di usia 16 tahun, ia berhasil meraih medali emas pada kejuaraan panahan nasional. Itu adalah pencapaian pertamanya. Batu loncatan yang membawa Jayden sampai pada pucuk impiannya.
Jayden A. Devaro, Si Peraih Medali Emas Pada World Archery Championship 2017.
Jayden Devaro, Berhasil Mendapat Medali Emas Cabang Panahan di Asian Games 2018.
Jayden A. Devaro, Atlet Panah Kebanggaan Indonesia.
Iya, dia berhasil. Semua cita-citanya sejak kecil tercapai. Menjadi kebanggaan ayah bundanya, dan ... kebanggaan Indonesia.
Lalu sekarang, saat karirnya sedang berada di puncak, Jayden di hadapkan pada kenyataan paling pahit. Seluruh mimpi yang ia bangun dengan susah payah, kini berada di ambang akhir karena kecerobohannya sendiri.
Jayden tidak mau melepas semuanya!
Tapi Jayden sadar, ia termakan egoismenya sendiri. Pereira Elvarette, gadis itu gagal karenanya. Jayden sudah merenggut kesempatan emas seseorang. Lantas ia merasa jadi manusia paling buruk di muka bumi.
Sekarang apa yang harus ia lakukan? Mungkin setidaknya yang harus ia pulihkan pertama kali adalah ...
Hatinya.
Ya, sepertinya itu yang harus ia lakukan sebagai permulaan.
Setelah mendapatkan lagi keyakinan dari dalam dirinya, Jayden mengambil langkah untuk sampai di depan kamar rawat Rei. Membuka pintu itu pelan namun pasti. Netranya menemukan sosok itu. Sosok yang tengah terbaring membelakanginya.
Sekali lagi, Jayden mengatur napasnya yang agak sesak. Setelahnya ia baru menghampiri gadis yang larut dalam lamunannya sendiri sambil menatap kosong ke arah jendela.
Tubuh Jayden menunduk sedikit. Mencoba menyelaraskan arah pandangnya pada objek di luar kaca jendela. "Lagi lihat apa sih?"
Rei terkejut. Biasa dilihat dari impuls tubuhnya yang refleks tersentak saat suara itu terdengar tepat di telinga. Namun, setelahnya ia bersikap biasa. Senyumnya mengembang sangat lebar ketika berbalik dan mendapati laki-laki itu di sana. Jayden sampai terpaku beberapa detik melihat seorang gadis memberi senyuman sangat manis padanya.
Jangan lupa ingatkan Jayden pada lakonnya!
"Enggak lihat apa-apa, aku cuma lagi nunggu kamu," jawab Rei seraya mengubah ekspresi wajahnya jadi merengut. "Lama," cibirnya.
Ayo Jayden, jangan goyah!
"I-iya iya ... maaf ya lama," sahutnya gugup. Memalukan sekali memang. Mau bagaimana lagi, ini juga kali pertamanya mendekati perempuan.
"Yo," panggil Rei, suaranya tiba-tiba merendah. "Jangan pergi lagi ya, Yo ... Rei takut."
Bodoh jika Jayden tak bisa menemukan kesedihan di balik wajah cantik itu. Tatapannya hampa dan sedikit berair. Setitik rasa bersalah itu muncul lagi. Ralat, bukan setitik, karena rasanya justru lebih besar dari yang ia perkirakan.