"Elo sih gak lihat gimana ekspresinya Disa semalem waktu Tante Yoland ngabarin lo siuman, sumpah lucu banget!" Bayu yang duduk di ujung ranjang, tampak menggebu saat menceritakan tingkah salah satu sahabatnya itu. "Segala nangis-nangis kejer di depan rumah. Sampai Pak Ahsan, satpam komplek itu lho Rei, dia ngira si Disa ini kesurupan kunti, kan bikin ngakak!"
Semua tertawa, mengisi ruangan itu hingga riuh. Sedangkan yang ditertawakan hanya membolakan matanya jengah. Disa tidak menanggapi, dan membiarkan tawa itu menguar lebih keras.
"Lagian Tante Yoland gitu banget sih, ngasih tahunya pas orang mau tidur. Mana yang di kasih tahu si Bayu duluan lagi," Disa semakin merengut kesal.
"Ya kan rumah Bayu yang paling deket sama rumah gue, Di ... ya pasti Tante Yoland bilang dia duluan lah," Rei menyahut sembari mengambil satu potongan apel yang baru saja selesai di kupas Jayden.
"Ya udah, kalau gitu besok gue pindah rumah aja di deket rumah lo," ujar Disa sambil menyandarkan diri di punggung sofa bersama Zian di sebelahnya. Omong-omong, Zian dari tadi hanya diam, sesekali menjatuhkan pandangan pada Jayden. Seolah mengawasi pergerakan laki-laki itu agar tahu batasan.
"Mana bisa gitu, Lo mau tinggal dimana emang? Depan rumahnya Haji Somat?!" Rei tergelak kencang mendengar celetukan Bayu yang terkesan asal bicara.
"Masa di depan rumahnya Haji Somat sih, gak jelas banget lo, Bay," gerutu Disa.
"Wah, lo jangan sekali-kali meragukan halaman depan rumahnya Haji Somat. Rumah lo aja kalah luas kali dibanding halamannya," Bayu melebih-lebihkan ucapannya. "Lagian udah kagak ada rumah kosong di deket rumah kita, iya gak Rei?" kata Bayu seraya menaik-turunkan alisnya melirik si gadis yang sibuk mengunyah. Mengajak bersekutu.
Rei hanya berdeham dengan senyum lebar. Menikmati keributan dua temannya ini. "Bener kata Bayu, yang kosong tinggal di depan rumah Haji Somat, pindah gih sana!" Bayu terbahak-bahak mendengarnya.
"Ogah! Nanti gue pindah ke rumahnya Tante Yoland aja," balas Disa tidak mau kalah.
"Apa ini? Ada yang ngomongin Tante nih kayaknya?" Semua mata serentak mengarah ke sumber suara. Iya, Tante Yoland dan Om Yohan baru saja datang.
"Eh, Tante ... Disa gak ngomongin kok Tan, si Bayu tuh yang ngomongin," tuduh Disa dengan tampang polosnya. Mereka kontan menyalimi kedua orangtua itu bergantian.
"Apa-apaan nih, lempar batu sembunyi tangan!" sindir Bayu ketika sudah selesai cium tangan. "Biarin, wlee."
"Ribut banget ya kalian, sampai kedengeran dari luar," ujar Yoland yang di sambut dengan kekehan malu para pelaku-pelakunya.
"Duduk sini, tante," Jayden mempersilakan Yoland untuk menduduki kursi yang sebelumnya ia tempati.
"Makasih ... Rio." Yoland hampir akan menyebutkan nama Jayden, jika saja ia tidak ingat bahwa Rei ada di sana juga.
"Siapa yang taruh bunga di sini?" Pertanyaan Yohan tampaknya membuat mereka saling berpandangan. Ingin menjawab, tapi segan.
Akhirnya Rei yang menjawab pertanyaan dari Om-nya itu dengan senyum super lebar. "Kerjaannya Rio, Om. Padahal kemarin Rei cuma bilang mau ke taman, eh dia malah buatin Rei taman."
Yohan hanya mengangguk paham. Dia masih belum terbiasa dengan keberadaan Jayden untuk berkata lebih banyak.
Sore menjelang malam saat itu, ketiga sahabat Rei harus pamit dan menyudahi kesenangan mereka hari ini. Mereka cukup tahu diri untuk memberikan Rei waktu istirahat setelah berkelakar panjang seharian.
"Rei, gue pengen ke sini lagi besok, tapi Coach Yovi bakal mutilasi gue kalau nyuri-nyuri waktu latihan lagi kayak gini," Disa mendengus pasrah sambil memberi pelukan perpisahan sebelum pergi. Rei hanya menampilkan senyum maklum. "Tapi nanti kalau ada waktu gue pasti main ke sini lagi."
"Iya, Di ... gue ngerti kok." Disa mundur setelah selesai berpelukan sesaat.
"Cepat sembuh ya, Rei. Gue sama Zian bakal sering-sering jenguk lo kalau lagi gak ada jam kuliah," ucap Bayu yang langsung di angguki Rei.
"Aamiin. santai aja, Bay." Rei paham kok dengan situasi teman-temannya yang sama-sama sibuk. Jadi, ia tidak bisa memaksa mereka untuk mangkir dari kesibukan cuma untuk menemaninya seharian. Agaknya terlalu egois.
"Eh, bentar deh Zian kok diem mulu sih? Tumben gak ngobrol sama Rio. Kayak lagi musuhan aja," celetuk Rei yang sadar dengan perubahan sikap Zian yang hari ini banyak diam. Karena biasanya, yang namanya Aurio Louvin Andaru dan Zian Narendra itu tidak akan bisa diam jika sudah bertemu.
"Gak apa-apa kok, tadi 'kan gue udah ngobrol sama ... Rio, tadi di luar," sahut Zian. Kalau Rei peka, ia pasti bisa menangkap sesuatu yang tidak biasa dari mata lelaki itu. Rupanya sesulit itu menerima keberadaan orang asing yang sedang berpura-pura menjadi teman sendiri. Zian tidak bisa beradaptasi dengan situasi ini. Dia berharap sohibnya yang kini ada di negeri kincir angin itu segera kembali secepat mungkin.
"Oh, gitu ... kirain lagi musuhan makanya jadi diem-dieman."
Zian tersenyum tipis. "Gue gak se-childish itu ya."
"Udah-udah, bubar keburu maghrib ini," Bayu menyudahinya sebelum pembahasannya berbuntut panjang dan mereka jadi tidak bisa pulang dari sana. "Kita pulang dulu ya, Rei."
Pereira tidak tahu saja, alasan Bayu ingin cepat-cepat pulang adalah, karena ia ingin menginterogasi Zian atas sesuatu yang tidak ia ketahui. Perihal si pemanah terkenal Jayden Devaro yang mengaku-ngaku jadi Aurio, temannya.
***