SKACHERY

Hasna Khairunisa
Chapter #10

#10. Hari Tak Terlupakan

Entah seperti apa perasaan Jayden sekarang. Hati dan otaknya berseteru. Menyerukan sesuatu yang bertolak-belakang. Membuatnya gamang hingga ia enggan berjalan keluar dan bertemu Rei di kamar rawatnya.

Sudah 15 menit Jayden bersembunyi di dalam toilet. Bak pengecut yang ketakutan saat kebusukannya nyaris terungkap. Sekali lagi, ia membasuh wajahnya dengan air. Berharap bisa sepenuhnya sadar dari gundahnya saat ini. Bukannya berhasil, usahanya ini malah membuat Jayden terlihat kian frustasi.

"Ayo buat pilihan, Jayden!" Gumamnya seraya mengepalkan tangan kuat-kuat.

Jayden serasa terbagi menjadi 2 sisi, dimana masing-masingnya punya opini yang harus ia dengarkan. Sisi baiknya mengatakan bahwa ia harus kembali dan mempertanggung jawabkan kesalahannya pada Rei. Namun, sisi buruknya memilih egois, meminta Jayden untuk segera melarikan diri.

Rei ....

Ya, bayangan gadis itu terus berputar di kepalanya. Menjadi primadona di akal pikirannya. Jayden termenung sejenak seraya memerhatikan refleksinya pada cermin di depan. Matanya sayu, bahu lebarnya yang kokoh, kini merosot tak bertenaga. Wajah beserta rambut cokelat tuanya yang basah karena dibasuh air beberapa kali, terlihat sangat kacau.

"Jayden, jadi laki-laki itu harus punya tanggung jawab atas tindakannya. Gak peduli sebesar apa kesalahannya, yang terpenting adalah gimana cara kamu menyelesaikan masalah yang kamu perbuat tanpa berpikir untuk lari dan sembunyi seperti pengecut."

Kata-kata sang ayah tiba-tiba terlintas di benaknya. Kalimat yang dengan tegas di ucapkan ayahnya ketika ia berusaha menyembunyikan diri setelah membuat seorang temannya masuk rumah sakit karena Jayden menghajarnya habis-habisan. Dan dengan hal itu, Jayden tumbuh sebagai anak laki-laki yang bertanggung jawab sejak kecil.

"Lo, jangan jadi pengecut Jayden!" ujarnya pada pantulan diri di cermin. Beruntung, saat itu toilet dalam keadaan sepi, jadi Jayden tak perlu khawatir di sangka sebagai orang sinting karena bicara sendiri.

Butuh lima menit, untuk akhirnya ia melangkah keluar.

Hatinya mantap memilih untuk melanjutkan apa yang sudah ia mulai dan tidak akan melarikan diri seperti seorang pengecut.

Ketika tangannya mulai memegang gagang pintu, pergerakannya terhenti sesaat untuk sekadar menarik napas dalam-dalam. Mengumpulkan beribu keberanian sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang 1306 itu.

Sosok Rei adalah objek pertama yang di tangkap netra Jayden tepat saat pintu terbuka. Gadis yang kini tengah memainkan kelopak mawar merah itu menoleh seketika. Menatap Jayden lengkap dengan senyum lebarnya.

"Udah selesai?" tanya Rei, intonasinya terdengar begitu lembut. Jayden mengangguk sembari menghampiri gadis itu, lalu berlutut di sampingnya.

"Kamu udah siap?" Jayden membenarkan posisi beanie hat yang di kenakan Rei. "Kita jalan sekarang?"

"Jam sepuluh. Yuk, jalan sekarang aja," ujar Rei setelah menengok jam dinding di sisi ruangan.

Jayden beranjak, kemudian mendorong kursi roda itu menuju ke arah parkiran mobil.

"Yo, Dokter Adimas udah ngebolehin aku keluar 'kan?"

"Iya, semalam saya udah minta izin buat bawa kamu pergi. Dan katanya boleh, tapi jangan lama-lama."

Mendengar ucapan Jayden, entah kenapa wajah Rei menjadi tertekuk lesu. "Yahh, padahal aku maunya lama di sana."

Jayden terkekeh. "Kamu masih belum sepenuhnya pulih Rei, lama-lamanya nanti aja ya."

Sama Rio yang asli, batin Jayden melanjutkan.

Perjalanan mereka cukup menyenangkan. Diselingi obrolan ringan dan canda yang mengisi keheningan mobil. Keduanya terlihat menikmati waktu, tanpa berniat memberi celah untuk sunyi masuk di antara mereka.

Lihat selengkapnya