Skandal Universitas

Nikita Luisa
Chapter #10

Bab 9 - Abel Daniswara

Siang hari itu, kampus dihebohkan dengan berita baru yang tengah viral di media sosial.

“Beauty Influencer dengan Seratus Ribu Followers, Kimberly Valeria, Terjatuh dari Balkon Apartemen!”

“Selebgram Terkenal, Kimberly Valeria, Tertimpa Kecelakaan Hingga Koma di Rumah Sakit!”

“Kimberly, Selebgram sekaligus Pelaku Utama Skandal Menyontek Viral Universitas Garuda Internasional Terlibat Kecelakaan, Apakah Ini Aksi Bunuh Diri?”

What the hell?

Begitu sampai di kampus untuk memulai kelas pertama, suasana langsung ricuh bukan main. Awalnya hal itu bermula dari salah satu mahasiswa di kampus yang memberitakan di WhatsApp group jurusan kami bahwa selebgram kampus kami, Kim baru saja mengalami kecelakaan tadi malam dan sedang berada di rumah sakit. Namun, beberapa jam setelahnya, video Kim yang tengah tergeletak di salah satu atap gedung apartemen viral di media sosial. Beberapa orang awam yang tinggal di dekat apartemen Kim menemukan sosok tubuh penuh darah. Alhasil, tak butuh waktu lama untuk media sosial untuk mengendus berita ini. Mengingat fakta bahwa Kim sendiri merupakan selebgram yang namanya tengah naik daun akibat skandal menyontek universitas kami, berita ini langsung tersebar begitu cepat. Banyak orang di media sosial berspekulasi bahwa Kim memutuskan untuk melancarkan aksi bunuh diri akibat skandal yang menimpanya belakangan ini. 

Terus terang, aku kebingungan dan panik bukan main. Yang benar saja, kami baru bertemu dengan gadis itu kemarin! Meski mental gadis itu sedang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja, aku tidak menyangka kalau ia bakalan mengambil jalan ekstrem dengan lompat dari gedung dan bunuh diri, apalagi setelah kami menekan mental Kim kemarin.

Sialan.

Did we just kill Kim?

Kini hatiku dipenuhi dengan rasa bersalah. Aku tidak dekat dengan Kim, tapi tentu saja rasanya iba begitu melihat orang yang berbicara denganku beberapa jam silam tahu-tahu saja ditemukan dalam keadaan kritis. Namun, alih-alih stres, kuputuskan untuk mencari Irene untuk bertanya padanya apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Lo tahu kenapa dia bisa kayak gitu?” Begitu menemukan sosok Irene yang tengah duduk sendirian di ujung koridor jurusan kami, aku langsung duduk di sebelah gadis itu tanpa berbasa-basi. “Dia beneran bunuh diri?”

“N-Nggak. Gue nggak tahu.” Wajah Irene terlihat pucat bukan main ketika ia memutar video yang menunjukkan sosok Kim yang tengah tergeletak di salah satu atap gedung apartemen. 

Aku terdiam melihat Irene yang sepertinya cukup shock dengan kejadian ini. Tidak heran, dia dan Kim kan sobat dekat. Apalagi mengingat bahwa kemarin kami berdua baru saja bertemu dengan Kim, tentu saja hal ini bakal berdampak besar pada mental Irene. 

“G-Gue baru telponan sama dia tadi malam, Bel.” 

Aku terbelalak, terkejut mendengar ucapan Irene, meski aku sendiri sebenarnya sudah menebak bahwa Kim bakal mengontak kami cepat atau lambat untuk membahas penawaran yang kami berikan. Kalau sudah begini, pantas saja Irene terlihat pucat bukan main.

“Serius?”

Irene mengangguk lesu dan tangannya mulai gemetaran. “M-Menurut lo, Kim baik-baik aja? Gue nggak nyangka kalau dia bakal bunuh diri, Bel. Dia terdengar baik-baik aja di telpon kemarin!”

Aku bungkam seketika. Tidak punya jawaban yang bisa kulontarkan pada Irene. Aku sendiri juga tak menyangka kalau hal ini bakal terjadi pada Kim. 

“Rene, tenang dulu.”

Raut wajah Irene kini semakin pucat. Aku bisa melihat air mata muncul di ujung mata gadis itu. “B-Bel, gue benar-benar bukan sahabat yang baik. Kita baru aja bertemu Kim kemarin, dan kita tahu betul bahwa kondisi mental Kim bukan dalam kondisi yang baik. Gue bahkan telponan sama dia, tapi gue bahkan nggak sadar kalau dia mau bunuh diri. Kita bahkan janjian mau ketemu hari ini, Bel.”

Aku menaikkan alis mendengar ucapan Irene. Sebenarnya aku ingin bertanya lebih lanjut mengenai konteks pembicaraan mereka kemarin malam, namun, melihat kondisi Irene yang mulai meracau tak karuan membuatku mengurungkan niatku. Kondisi Irene kini terlihat kacau bukan main. Air mata mulai bercucuran di pipi gadis itu dan tubuhnya gemetaran.

“Gue benar-benar jahat, Bel. Gimana kalau ternyata gue yang bunuh Kim? Kita seharusnya bisa menahan dia kemarin malam.” Irene menangis dan mulai memukuli kepalanya sendiri. 

Melihat sosoknya yang semakin menjadi-jadi membuatku khawatir seketika. Untuk menghentikan tindakan masokis Irene, aku memutuskan untuk menahan tangan gadis itu. Namun, bukannya menghentikan tindakannya, ia malah makin menjadi-jadi dan menangis sesenggukan.

Jadilah, aku menarik gadis itu ke pelukanku.

Aku memeluk Irene erat-erat, sementara Irene sendiri sepertinya terkejut melihat tindakanku. Untungnya, kami sedang duduk di ujung koridor, sehingga tak ada mahasiswa yang lewat di sekitar kami. 

Lihat selengkapnya