Alih-alih menyembunyikan semua bukti ini dari Jiggy dan menampilkannya di sidang, kami malah memutuskan untuk melabrak Jiggy secara langsung.
Tapi, tenang dulu. Aku tidak sebodoh itu, kok. Maksud dari ucapanku untuk bertanya pada Jiggy sebenarnya bukan berarti aku berniat bertanya langsung padanya. Rencanaku satu, mengancam Jiggy dengan menggunakan rekaman CCTV yang kami temukan di apartemen Kim, tanpa menyinggung fakta bahwa kami sudah tahu bahwa ia terlibat di kejadian ini.
Abel sebenarnya tidak terlalu setuju dengan ide itu, tapi ia tetap menyanggupinya. Sepertinya ia juga sudah kehabisan cara untuk mencari bukti-bukti lainnya. Kalau kami mengancam Jiggy dan menekannya, siapa tahu kalau kami bisa mendapatkan beberapa bukti lainnya?
Maka dari itu, di sinilah kami sekarang. Di depan ruang BEM Universitas Garuda Internasional, yang omong-omong, sudah lumayan sepi. Ruang BEM di kampus kami terletak di salah satu kawasan paling elit di gedung baru kampus dengan luas yang lumayan besar beserta interior yang lumayan mewah. Dari gosip yang sempat kudengar, BEM universitas kami punya kas tak terbatas dari pihak universitas, namun begitu melihat ruangan tersebut dari luar hari ini, aku akhirnya merasa bahwa gosip itu benar adanya.
Bayangkan saja, dari depan pintu masuk ruang BEM, kami langsung disambut dengan meja-meja panjang beserta dengan kursi ala gaming yang nyaman bukan main. Ruangan itu dikelilingi oleh jendela kaca kampus yang memberikan sinar menyeruak dari luar ruangan, membuat tempat itu jadi sangat aesthetic. Fakta menariknya lagi, aku bahkan bisa melihat area khusus untuk snacks, drinks dan buffet yang berada di ujung ruangan. Di dinding, ada monitor besar, TV serta layar LCD yang terpasang, dan semuanya edisi terbaru dari seri tahun ini. Ditambah lagi dengan adanya air purifier beserta humidifier yang membuat ruangan itu jadi harum bukan main.
Gila, pantas saja organisasi ini dijuluki organisasi elit. Berapa banyak uang yang mereka habiskan setiap bulannya?
“Ngapain kalian ke sini?”
Belum sempat aku mengagumi seluruh hal-hal menarik yang kutemukan di ruangan tersebut, terdengar suara Jiggy yang tak ramah bukan main. Aku menengok, dan melihat Jiggy beserta beberapa anak-anak buahnya di BEM yang tengah sibuk bermain PlayStation 5.
Berani kujamin, tak ada satu orang pun dari mereka yang menggunakan ruangan ini untuk bekerja. Oke, mungkin sekali dua kali, tapi aku yakin ruangan ini hanya digunakan untuk nongkrong.
“Kita perlu bicara sama lo. Can we talk outside?” tanya Abel blak-blakan.
“Gue sibuk.”
Aku nyaris naik darah mendengar jawaban Jiggy. Jelas-jelas ia sedang sibuk bermain!
“Lo jelas-jelas nggak sibuk.”
“Terus kenapa?” Jiggy membalas dengan kasar. “Gue nggak pengen bertemu dengan orang-orang yang bikin pacar gue bunuh diri!”
Pernyataan terakhir yang diucapkan oleh Jiggy sontak membuatku tersinggung. Dasar tidak tahu diri.
“Lucu banget, gue kira lo yang paling senang pas tahu pacar lo masuk rumah sakit.” Di luar dugaanku, Abel malah tertawa dan membalas ucapan Jiggy dengan sarkas. “Bukannya lo ada di ruangan yang sama dengan dia di malam hari ketika dia bunuh diri?”
Begitu Abel mengucapkan kalimat tersebut, suasana di antara kami langsung menegang seketika. Pernyataan sarkas yang dilontarkan Abel itu sontak membuat beberapa anggota BEM yang sedang bermain menatap kami dengan penuh tanda tanya. Sementara Jiggy sendiri langsung memelototi kami dengan tatapan tak menyenangkan. Namun, berkat ucapan sarkas yang dilontarkan oleh Abel, Jiggy akhirnya menuruti ajakan kami untuk ngobrol di luar ruangan.
“Jangan asal ngomong sembarangan.” Jiggy langsung mencerca kami begitu keluar dari ruangan. “Gue berusaha menahan diri untuk nggak menghajar kalian meski kalian yang bikin pacar gue bunuh diri.”
Dari ujung mataku, aku bisa melihat senyum kecil muncul di wajah Abel. “Nggak usah sok-sokan innocent. Kita tahu lo adalah orang terakhir yang bertemu dengan Kim. Apa yang lo lakukan pada pacar lo malam hari itu?”
Rahang Jiggy langsung mengeras. “Gue udah bilang jangan nuduh sembarangan!”
“Kita nggak nuduh sembarangan, Jiggy. Kita punya bukti,” Abel langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan rekaman CCTV yang menunjukkan kehadiran Jiggy pada malam hari itu di apartemen Kim. “Lo nyogok kepala keamanan di apartemen Kim supaya rekaman di jam-jam tertentu pada malam hari itu dihapus. Aneh juga melihat para polisi nggak menyadari hal ini. Apa lo nyogok mereka juga?”
Raut wajah Jiggy berubah seketika. Telinganya memerah. “B-Bajingan! Kenapa kalian bisa dapat rekaman itu?”
Wow, lelaki ini bahkan tidak mengelak begitu ia diancam dengan bukti valid oleh Abel. Aku hanya bisa terdiam melihat aksinya. Untuk orang yang berhasil meraih peringkat pertama di ujian nasional semasa SMA, aku agak tercengang melihat tindakan Jiggy. Orang ini mungkin pintar secara akademis dan punya kekuasaan tinggi sebagai ketua BEM Universitas Garuda Internasional, tapi sepertinya ia sudah melangkah ke jalan yang salah.
“Lo nggak perlu tahu gimana cara kami mendapatkan rekaman ini.” Aku menyela percakapan. “Apa yang lo lakukan pada Kim?”
Jiggy masih berusaha mengelak, dan aku hanya bisa terdiam sembari berusaha menjaga jarak. Satu-satunya ketakutanku ketika melaksanakan rencana ini adalah kemungkinan terbesar bahwa provokasi yang kami lakukan terhadap Jiggy bakal membuat lelaki itu main tangan secara kasar. Ugh, semoga saja Abel cukup kuat untuk menghadapi Jiggy.
“Nggak mau menjawab?” tanya Abel sembari memasukkan ponselnya ke saku celana. “Oke, gue bakal bawa bukti ini ke polisi.”
Bersamaan dengan kalimat yang diucapkan Abel, Jiggy langsung berlari ke arah Abel sembari melayangkan tinju dari tangan kanannya. Aku sontak berteriak keras sembari mundur ke belakang, takut bahwa pukulan tersebut bakal mengenaiku. Tuh, kan, ini hal yang paling kutakutkan. Untungnya, Abel sepertinya sudah memprediksi serangan Jiggy dan berhasil menahan pukulan tersebut dengan tangan kirinya.
“Gila, lo benar-benar bertindak sesuai prediksi gue.” Abel tertawa sarkas. “Padahal yang harus lo lakukan sekarang cuma ngomong apa yang sebenarnya terjadi. Bukti ini bahkan udah ada di depan mata.”
Jiggy langsung melayangkan serangan berikutnya ke Abel. Apa yang harus kulakukan? Aku memang sudah menebak bahwa tidak akan mudah untuk berbicara dengan Jiggy, tapi melihat pertikaian ini jelas membuatku panik bukan main. Terakhir kali melihat Jiggy dan Abel bertengkar, wajah Abel sempat lebam. Apa Abel bisa melawan Jiggy?
Awalnya aku sudah berniat memanggil anggota BEM yang berada di ruangan BEM untuk melerai pertikaian ini, namun, begitu melihat kondisi pertarungan Jiggy dan Abel, aku langsung menghentikan niatku.
Di luar dugaan, kali ini Abel berhasil menahan beberapa serangan Jiggy. Lelaki itu rupanya tidak kalah kalau soal bertarung melawan Jiggy. Ia mengelak beberapa serangan dari Jiggy dan menahan tangan kanan lelaki itu sampai Jiggy tidak bisa bergerak. Begitu Jiggy hendak menyerang dengan menggunakan kaki kirinya, Abel langsung menendang Jiggy terlebih dahulu sampai ia jatuh dan terdesak di depan dinding ruangan.
Kukira semuanya sudah selesai, namun tahu-tahu saja situasi langsung menegang begitu aku melihat Abel melayangkan bogem mentah ke wajah Jiggy. Jiggy yang sedang terduduk di lantai hanya bisa terdiam menahan beberapa pukulan yang terus diberikan oleh Abel.
“Ini untuk balas pukulan lo ke gue waktu itu.” Abel tertawa puas sembari melayangkan pukulan berikutnya pada Jiggy sampai orang itu tak bisa bergerak. Rupanya lelaki itu masih kesal akibat dipukul Jiggy beberapa hari silam.
Melihat Abel yang tidak berhenti memukuli Jiggy, aku sontak segera meraih tangannya. “Bel, cukup.”
“Dia belum ngaku, Rene. Gue baru akan berhenti kalau dia ngaku.” Abel menatapku lekat-lekat, sebelum akhirnya kembali memukul Jiggy.
Selama beberapa saat, aku membiarkan Abel melakukan hal tersebut sembari harap-harap cemas bahwa tidak ada orang yang bakal melewati lorong ini selama beberapa waktu ke depan.
“Oke, oke! Gue ngaku!” Jiggy berteriak, sepertinya berharap bahwa jawabannya itu bisa menghentikan serangan Abel padanya. “G-Gue memang di apartemen Kim malam itu.”
“Kita udah tahu.” Abel menjawab dengan dingin. “Yang kita perlu tahu, apa yang lo lakukan di sana?”