“Rene, ini gila.” Abel menatapku dengan mata berbinar-binar. “You’re a freaking genius! Gila, karena ruangan tadi terlalu ramai, gue bahkan nggak kepikiran untuk merekam pembicaraan Brandon!”
Kepalaku langsung membesar begitu mendengar pujian Abel. Selama menyelidiki kasus ini, baru kali ini laki-laki itu terlihat begitu ceria dan bersemangat. Sepertinya kami berhasil mendapatkan beberapa barang bukti penting yang bisa membuktikan alibi kami. Begitu aku sedang fokus merayakan pencapaian ini, tahu-tahu saja Abel langsung memelukku sembari berteriak kegirangan.
Wajahku sontak memerah. Dekapan Abel membuat jantungku berdebar-debar seketika. Buru-buru aku mendorongnya sembari mengalihkan wajahku dari Abel, berharap masih bisa menyembunyikan wajahku yang memerah.
Kami berdua kemudian langsung memasuki Fortuner Abel yang masih terparkir manis di parkiran gedung. Abel langsung mengendarai mobil tersebut dan pergi dari Sky. Di dalam mobil, aku melihat-lihat isi ponsel Brandon yang tidak sempat dikunci karena lelaki itu keburu mabuk. Buru-buru aku mengubah aturan password dari ponsel Brandon agar tidak bisa terkunci.
Dari ponsel Brandon, kami berhasil menemukan percakapan yang ia miliki dengan Jiggy beserta juga dengan beberapa salinan foto soal ujian yang berada di ponsel Brandon. Sayangnya, percakapan group chat Brandon dengan teman-temannya di club tidak pernah membahas identitas si private tutor tersebut.
“Gue nggak menemukan identitas si private tutor.”
“Lo udah cek ponsel Brandon baik-baik? Mungkin mereka chat pake platform lain selain WhatsApp.”
Benar juga. Kuputuskan untuk mengecek app Brandon yang lainnya, dan akhirnya aku menemukan app Telegram yang tidak terletak di home screen milik Brandon.
Tidak ada banyak percakapan di akun Telegram Brandon. Brandon hanya mengontak satu nomor anonim di sana. Begitu kubuka chat tersebut, aku menemukan beberapa foto soal ujian yang terkirim di sana. Sepertinya ini foto yang dipamerkan Brandon saat sedang berkumpul dengan teman-temannya barusan.
“Gila, si private tutor ini punya identitas yang misterius banget,” ujarku sembari menatap layar ponsel Brandon lekat-lekat. “Nomornya bahkan nggak bernama.”
“Lo yakin itu nomor si private tutor?” tanya Abel.
“Seribu persen. Dia bahkan baru aja ngirim foto soal ujian minggu depan.”
Aku bisa melihat senyum Abel dari ujung mataku. “Nice, kirim nomor itu ke gue. Gue bakal minta kenalan gue cari tahu siapa pemilik nomor tersebut.”
Aku mengangguk sembari mencatat nomor tersebut dan mengirimkannya pada Abel. Di saat-saat seperti ini, koneksi Abel sangatlah membantu. Terakhir kali kami meminta bantuan teman Abel, kami langsung berhasil mendapatkan bukti dari link tautan yang dikirimkan Kim.
“Sekarang, kita sepertinya mulai mengerti garis besar dari kejadian ini.”
Satu ujung bibir Abel terangkat begitu mendengar ucapanku. “Brandon, Kim, Jiggy beserta teman-temannya party pada malam hari itu. Brandon ngasih ide ke mereka semua untuk menyontek dengan group chat pada saat ujian, tapi dia cukup pintar untuk nggak masuk di group tersebut dan menyuruh Jiggy untuk bikin group chat. Sementara Jiggy sendiri juga nggak mau jadi dalang utama dari kejadian ini, jadinya dia menyuruh Kim untuk membuat group chat tersebut.”