Aku hanya bisa terdiam di tempat begitu mendengar pertanyaan itu dilontarkan pada kami berdua.
Sepersekian detik setelah aku menyadari orang yang melontarkan pertanyaan itu pada kami berdua, aku langsung berusaha bersembunyi di balik meja dosen. Oke, aku tahu aku tolol banget, tapi memangnya apa lagi yang harus kulakukan kalau tiba-tiba kepergok membobol ruang dosen?
Bukannya melakukan hal yang sama denganku, Abel hanya duduk di kursi meja dosen dengan raut wajah yang tak bisa kutebak. Kukira ia sudah menyerah dan siap menyerahkan diri. Namun, begitu ia menyadari siapa orang yang memergoki kami, tahu-tahu saja ia malah bangkit berdiri dan mencengkram kerah orang itu secara membabi buta.
“THOMAS!” Abel berteriak kencang sembari menarik kerah laki-laki yang wajahnya lumayan familiar di mataku itu. “Bajingan! Lo benar-benar bajingan!”
Sontak, aku memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyianku dan buru-buru menarik bahu Abel untuk menariknya dari Thomas. Ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar. Kita tidak bisa meninggalkan jejak atau kerusakan di ruang dosen.
Sialan, si Abel malah tidak memedulikanku!
“Bajingan! Bisa-bisanya lo menusuk gue dari belakang!”
Thomas menatap Abel dari balik kacamatanya, kemudian bertanya. “Bel, kenapa lo nyerang gue? Ngapain kalian berdua ada di ruang dosen? Gue ngikutin lo karena lo bilang lo ketinggalan barang di kampus, tapi kenapa lo malah membongkar ruang dosen?”
Aku menyerngit begitu mendengar pertanyaan Thomas. Kita ketahuan. “B-Bel, stop. Ini bukan waktunya tengkar.”
“Diam, Rene! Biarin gue ngomong sama makhluk sialan ini!” Untuk pertama kalinya, Abel berteriak padaku dan menatap Thomas dengan mata berapi-api. Baru kali ini aku melihat Abel lepas kendali. “Gue benar-benar nggak habis pikir dengan lo, Thom. Apa yang lo pikirkan? Lo ngasih tuduhan palsu ke dosen kalau gue nyontek? Dan lo juga ternyata selama ini bekerja untuk Brandon sebagai private tutor dia dan circle konglomerat dia? Oke, itu urusan pribadi lo, dan gue nggak berminat ikut campur, tapi untuk apa lo melibatkan gue?! Kita udah temenan lama, Thom!”
Sedari tadi, Thomas hanya menatap kami berdua dengan raut wajah penuh tanya dan polos. Begitu ia mendengar teriakan Abel padanya, sontak tatapan matanya langsung berubah seketika.
“What? Jadi lo udah tahu?”
Apa?
Bukannya malu atau mengelak, Thomas malah bersikap santai. Ya, sebenarnya aku ragu dia bisa mengelak setelah kami mempelajari semua bukti yang mengarah padanya. Orang ini menuduh namaku dan Abel pada saat interogasi para dosen, sekaligus private tutor Brandon selama ini. Dari yang kutahu, Thomas sendiri punya reputasi tak tercela di mata para dosen, dan setelah mendengar rekaman tersebut, sepertinya alasan utama mengapa para dosen mempercayai ucapannya tanpa mengecek lebih lanjut adalah karena Thomas-lah yang mengadu kepada Bu Anna mengenai situasi pada saat ujian kemarin. Para dosen bahkan tidak akan mempertanyakan alasan mengapa Thomas bisa mengetahui semua ini.