Skenario Kedua

Er Lumi
Chapter #4

4. Tragedi Pertama

Desember, 2004…

***

Kapan terakhir kali kamu ke pantai?

Kamu berpikir, mengetuk-ngetuk pelipis, “Er… sepertinya waktu aku kelas TK besar. Ayah dan Ibu akan menggandeng kedua tanganku di tepiannya lalu saat ombak mendekat, mereka akan menarikku ke atas. Sehingga kakiku tak terkena air laut. Tapi, tetap saja, aku berusaha menurukan kakiku supaya basah.”

Dan kamu pun terkikik mengingatnya. Lalu, entah telepati dari mana, ibumu masuk ke dalam kamar dan berkata,

“Besok kita ke pantai, yuk, Kak. Mau?”

Tanpa menjeda sedetik pun, kamu berseru, “Mau…!”

Keras sekali suaramu hingga ibumu terperanjat kaget. Lalu, tanpa disuruh, kamu mulai mengambil ransel ‘Power Rangers’ pakaian ganti untuk ke pantai, mainan kesayanganmu, sepatu sandal yang baru dibelikan tantemu minggu kemarin, serta botol air minum. Dan untuk mempercepat waktu, kamu segera pergi tidur.

Keesokan harinya ternyata tak mendukung. Hujan turun sejak pagi dan kamu merengek-rengek terus karenanya.

“Mau ke pantai… pokoknya, mau ke pantai…” teriakmu seraya telentang di lantai dan menjejak-jejak udara.

Meraung-raung hingga tetangga sebelah rumah mendengar. Ibumu pun sampai mengomel karena kamu cengeng seperti anak bayi hanya karena hujan yang membatalkan rencana pergi ke pantai.

“… sudah jangan menangis lagi!” bentak ibumu mulai kesal, “Kakak, kan, lihat sendiri di luar sana hujan! Tuh, lihat pakai mata! Kalau hujan deras begini, air lautnya meluap terus banjir. Semua ikan hiu dan ikan paus bisa naik ke daratan terus Kakak dimakan. Mau?!”

Kamu langsung bungkam.

Antara percaya tak percaya. Sebab, sudah banyak histori mengenai pernyataan ibumu yang berada dalam batas kebohongan dan kejujuran. Jadi sulit bagimu untuk mempercayainya, sesulit pula bagimu untuk tak percaya padanya. Maka, kamu memastikan;

“Masa, sih, Bu? Ikan hiu bisa makan orang?”

Melihatmu tak lagi menangis, alih-alih justru duduk tenang dengan wajah penasaran, membuat ibumu memiliki ide lain.

“Iya. Ikan hiu itu makanannya orang. Makanya, kalau hujan deras, ikan hiu akan senang karena air laut meluap dan mereka bisa pergi ke daratan untuk berburu orang-orang.”

Dan untuk setengah jam berikutnya, kamu menjadi sangat serius mendengarkan bualan ibumu hingga tanpa terasa hujan pun telah berhenti. Hanya menyisakan awan mendung yang perlahan bergerak pergi meninggalkan atap rumahmu serta tetesan yang meluncur turun dari dedaunan maupun atap rumah. Menyadari itu, lagi-lagi kamu merengek-rengek seperti bebek dan mulai merajuk di pojok dinding. Menolak segala bujukan ibu maupun ayah mengenai coklat dan eskrim.

“Pokoknya mau ke pantai!” kamu bersikeras.

Oleh karena itu, ayahmu pun memutuskan untuk pergi saat itu juga sebab tak ingin kamu kecewa.

“Kenapa tidak besok saja? Ini sudah terlalu sore. Nanti pulangnya kemalaman,” ujar ibumu, agak memprotes. Alih-alih, beliau tetap menenteng tas dan membawa kotak bekal untuk kalian bertiga.

Dan ayahmu pun menjawab, “Nggak akan kemalaman. Kita nanti buat tenda di sana. Mau, kan, Kak?”

Lihat selengkapnya