(Note : Candramawa > warna hitam bercampur putih pada bulu kucing)
Semakin hari, rasanya semakin menggila saja.
Ibumu memang bersikap biasa, tapi kamu tak bisa begitu. Secara alami, kamu mulai menjaga jarak dengan ibu; membangun dinding di antara kalian. Di sisi lain, kamu juga tak berani untuk mengaku tentang apa yang kamu lihat dini hari lalu.
Bahkan tak bisa menegur dengan wajar, seperti;
“Malam ini Ibu masak apa?”
Atau,
“Ibu sudah bangun, ya?”
Rasanya berat sekali. Membuatmu yang mulanya pendiam, menjadi tambah pendiam. Juga, ada beberapa momen di mana kamu bahkan tak sanggup menatap mata ibumu sendiri. Itu adalah saat teman ibumu datang bersama anak-anaknya untuk meminta ibumu menemani pergi ke suatu tempat.
“… temani aku menguntit Mas Dhani,” bisik teman ibumu tanpa curiga, “Jika aku tau siapa perempuan itu, bantu aku untuk melabraknya.”
Dengan tenang, ibumu menyetujui. Berganti dan mengenakan jaket tipis serta sepatu selop warna coklat kulit. Meninggalkan kalian, para anak, di rumah untuk bermain bersama sementara dua wanita dewasa ini hendak menjadi detektif dadakan.
Andai bisa, kamu sangat ingin memberitahu teman ibumu itu untuk tak pergi bersama ibu. Sebab semua akan menjadi sia-sia. Tapi lidahmu kelu, tak mampu. Yang kamu lakukan hanyalah melambaikan tangan seperti orang konyol saat keduanya menjauh dari teras rumah. Berboncengan motor ke suatu tempat yang telah disinyalir sebagai tempat perselingkuhan.
“Sudah kubilang pada Mama, tak perlu mencari perempuan itu.”
Tiba-tiba, terdengar salah satu anak teman ibumu yang bernama A, berbicara.
“Kenapa?” tanyamu, takut-takut.
Adiknya, B, menyahut, “Kak C bilang—kakak sulung kami—yang akan mencari dan menampar perempuan itu dengan tangannya sendiri.”
“Ya,” timpal A berapi-api, “Kak C punya geng di sekolahnya dan dia bilang akan mengeroyok selingkuhan Papa kalau sampai dia ketemu dengan perempuan itu.”
Kamu menelan ludah dengan berat. Tentu saja kamu tau bahwa anak sulung temna ibumu telah duduk di bangku SMA dan juga memiliki teman geng yang ambisius mengenai harga diri dan dendam. Itu membuatmu ketakutan kalau-kalau ibumu benar-benar akan dipukuli oleh sekelompok anak SMA karena telah menjadi wanita simpanan.
Pernyataan kedua anak itu belum seberapa dibandingkan dua jam berikutnya yang hanya berisikan tentang bocoran mengenai ancaman apa saja yang akan anak-anak itu lakukan terhadap orang yang telah menghancurkan keluarga mereka.
Seperti,
“Aku akan menyilet wajah perempuan itu biar dia jadi jelek dan tidak laku seumur hidupnya.”
Atau,
“Kalau aku, sih, nggak mau repot-repot. Simbahnya temanku seorang dukun. Aku akan minta dia untuk menyantet selingkuhan Papa.”