Skenario-nya

Rokho W
Chapter #1

Perjalanan Awal


“Bang, udah tanggal satu, lho. Waktunya bayar kontrakan ini.”

Aku mengucapkannya pelan, mencoba menahan kegelisahan yang sudah menghimpit sejak pagi. Mataku menatap piring kosong di meja, sementara jemariku meremas ujung kerudungku.

“Abang udah ada duitnya? Hari ini dagangan Ratna tak begitu laku, Bang.”

Marwan, suamiku, menghela napas sebelum menatapku dengan lembut. Aku tahu, ia juga memikirkan hal yang sama.

“Iya, Dek, sabar. Yakin aja, pasti ada jalannya buat nyari rezeki.”

Seharusnya aku merasa tenang dengan jawabannya, tapi entah kenapa, pikiranku justru semakin kacau. Setiap awal bulan, kekhawatiran ini datang lagi dan lagi. Dari mana kami harus mendapatkan uang untuk membayar kontrakan? Aku tahu Marwan selalu berusaha, tapi hasilnya tak selalu sesuai harapan.

Meski begitu, ia tak pernah berhenti mengingatkanku.

“Kalkulator Allah pasti berjalan untuk rumah tangga kita ini,” katanya berulang kali.

Aku ingin mempercayainya sepenuh hati, tapi rasa cemas itu selalu datang tanpa permisi.

Namaku Ratna Humaira, seorang perempuan biasa yang harus mengikuti suamiku ke ibu kota setelah menikah. Aku tumbuh besar dalam keluarga yang hangat di sebuah kota kecil, tempat ibuku selalu memastikan bahwa aku tak pernah kekurangan kasih sayang.

“Ratna itu anak manja,” kata ibu. Mungkin ada benarnya. 

Sejak kecil, aku selalu dilindungi dan dijaga agar tidak terlalu jauh dari rumah. Itulah kenapa ibu tak pernah mengizinkanku sekolah di luar kota. Namun, takdir berkata lain. Aku berjodoh dengan Marwan, seorang pria baik dari Jakarta. Kota yang selama ini kudengar sebagai tempat paling kejam di Indonesia, tempat di mana orang harus bertahan hidup dengan keras.

Sebelum menikah, aku memiliki pekerjaan yang stabil. Aku baru saja diterima sebagai guru di yayasan yang kuimpikan sejak masih fresh graduate. Itu adalah pencapaian yang telah lama aku tunggu.

Sementara itu, Marwan bekerja sebagai teknisi di Telkomsigma, setelah ia resign dari pekerjaan belasan tahunnya di Indomaret. Kami menjalani kehidupan awal pernikahan dengan penuh harapan, membangun impian bersama. Namun, keadaan berubah ketika aku akan menikah dengan Marwan yang di tempatkankan di Serpong, Tangerang Selatan. Keputusan yang tak mudah bagiku. Aku harus meninggalkan pekerjaanku dan mengorbankan impianku demi ikut bersamanya.

Saat itu, aku berpikir bahwa pernikahan memang tentang berkompromi. Aku yakin, selama kami bersama, segalanya bisa kami lalui. Tapi aku tak pernah membayangkan bahwa hidup di kota besar akan sesulit ini.

Pindah ke Tangerang bukan hanya berarti kehilangan pekerjaan. Itu juga berarti harus beradaptasi dengan kehidupan yang jauh dari kata nyaman. Kami tinggal di kontrakan kecil yang jauh berbeda dari rumah orang tuaku. Tidak ada halaman luas, tidak ada suara ibu yang selalu membangunkanku dengan lembut setiap pagi. Hanya ada tembok yang terasa semakin sempit setiap kali kekhawatiran datang menghimpit.

Lihat selengkapnya