Tak ada satu pun yang suka dengan suasana malam hari di rumah ini malam itu. Tak ada satu pun juga yang mengutarakan alasan. Tiga bersaudara di rumah itu kini berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama, dengan lauk telur dicampur tepung serbaguna yang dibuat oleh Refni. Karena selain keuangan yang harus hemat, Refni juga cukup malas melakukan pekerjaan memasak. Ditambah sudah lelah seharian mengurus pindahan. Meski hanya dengan lauk seadanya, mereka menikmati makanan dengan lahap.
Di tengah suasana itu, Randa tiba-tiba mengoceh mengeluarkan suara.
“Kak, Mbak Mika itu agak seram, ya? Gimana menurutmu, Dek?”
Nanda hanya mengangkat bahu. “Entahlah.”
“Seram gimana? Mbak Mika itu kerabat dekat ayah dan ibu. Dulu waktu masih tinggal di sini, ibu sering nongkrong sama Mbak Mika. Waktu kalian kecil juga sering digendong Mbak Mika, lho. Ingat, nggak?” jelas Refni.
“Aku tak peduli pernah digendong Mbak Mika atau gimana. Yang pasti menurutku Mbak Mika terlihat menyeramkan,” celetuk Randa.
“Wajah orang tua biasanya memang terlihat menyeramkan, bukan?” pikir Nanda kemudian.
“Sudah, jangan gibahin orang tua. Biasanya orang tua tahu lho kalau sedang digibahin,” sergah Refni, ditangkas lagi oleh Randa, “Memangnya hantu, bisa tahu kalau sedang digibahin?”
Pernyataan itu membuat wajah Refni berubah tegang.
“Jangan bahas hantu di sini!” ujarnya cepat, sontak membuat semua terdiam. Sebelumnya, Refni tak tahu apakah adik-adiknya tahu tentang sesuatu di rumah ini atau tidak. Tapi, melihat ekspresi mereka yang langsung tak berani berkata apa-apa lagi membuat Refni berpikir, mungkin mereka juga tahu. Bagaimana cerita mereka bisa tahu, entahlah.
Malam semakin menuju waktunya. Semua urusan seperti menyapu dan menyuci piring mereka selesaikan saat itu juga. Setelah itu, mereka pergi melakukan kegiatan masing-masing, seperti Refni dengan laptop, Randa dan Nanda dengan game di HP-nya.
Sekitar 20 menit Refni mengasyikkan diri dengan hiburan di laptopnya. Sesaat, ras was-was itu hilang karena tak ada hal aneh apa pun dirasa Refni terjadi. Buang-buang tenaga saja memikirkan hal-hal seperti itu. Sampai tiba-tiba suara cekikikan tawa anak laki-laki mengganggu pendengarannya.
“Suara siapa?” pikir Refni. Apa suara tawa Randa dan Nanda seperti itu? Sial, pikirannya tak berhenti was-was gara-gara satu kejadian yang terjadi waktu itu, kejadian yang masih belum bisa dia mengerti. Tak pedulikan pikiran buruk terlebih dahulu, Refni memilih bangun dan memeriksa ke kamar sebelah. Pintunya ternyata tidak terkunci. Di dalam, tampak Randa yang masih asyik dengan HP-nya sambil berbaring, sedang Nanda di atasnya mungkin sudah tertidur.
“Ada apa, Kak?” tanya Randa melongokkan kepala.
“Sedang apa kamu?”