Skenario Tuhan (Gadis 12 Kali Operasi)

Mega Kembar
Chapter #19

Pengobatan Puskesmas

Seaneh itukah kelainan yang terjadi padaku?

Tapi itu bukan salahku!

(Mega Kembar)

***

Agustus 2010.

Saat menemani Aa Banyu menjaga warung, dia bercerita mengenai keseruan jurit malam60 di sekolah Teh Hanna.

Itu dilakukan sebagai puncak acara Masa Orientasi Siswa. Ketika mendengarnya aku sangat senang. Namun, semua itu berubah ketika melihat Bapak mengusir Teh Hanna dari rumah.

Semua bermula dari kenekatan kakak keduaku yang pulang ke rumah dengan menggunakan mobil angkutan umum. Dia tidak betah tinggal di Pesantren, hingga memutuskan kabur yang membuat Bapak murka.

“Ngapain pulang ke rumah? Bukannya ngaji yang bener malah kabur-kaburan,” bentak Bapak.

Aku hanya bisa memperhatikannya di ruang teras. Kemarahan Bapak sangatlah dahsyat sampai melibatkan kasus yang terjadi pada teman Teh Hanna.

"Kamu mau jadi kayak si Ella?! Kepergok mesum di kebon?! Gara-gara dia kamu nggak dapet juara lagi61."

Kulihat Teh Hanna hanya bisa menangis oleh kemarahan Bapak. Dikuasai emosi, Bapak pun melakukan kekerasan fisik dengan mendorong dan memukul lengan Teh Hanna.

"Bapak nggak sudi punya anak nakal. Jangan harap Bapak nerima kamu lagi, kalau kamu kayak dia. Ngaji aja yang bener."

Bapak terus membentak dengan kata-kata pedas. Aku sendiri ikut meneteskan air mata saat Bapak mendorong tubuh kakakku ke luar pagar, sampai jatuh di dekat pohon mangga.

“Mending pergi aja kamu dari rumah ini! Nggak akan ada yang mau menerima kamu di sini."

Bapak pun menatapku.

"Dek sana masuk ke dalem. Jangan mau nemenin teteh kamu ini. Nggak usah dikasih makan sekalian. Dia anak durhaka nggak nurut kata orang tua.”

Setelahnya, Bapak pergi ke luar, sedangkan Teh Hanna masih menangis sesenggukan. Aku ingin menghampirinya, tetapi perkataan Bapak membuatku serba salah.

Beruntung Mama segera membawa Teh Hanna masuk ke rumah. Namun, kakak keduaku itu malah mogok berbicara dan makan. Pada akhirnya Teh Hanna pun keluar dari Pesantren.

Aku sempat kecewa padanya ....

Kenapa Teh Hanna menyia-nyiakan kesempatan emas itu?! Sedangkan aku yang ingin masuk pesantren malah dilarang.

***

September 2010.

Di malam terakhir bulan puasa, aku banyak menghabiskan waktu dengan ngabuburit ke warung baru Aa Banyu, meski sempat terjadi hal mistis menimpa kami, tapi semuanya terlewati dengan baik62.

Aku pun ikut membantu melayani pembeli. Bahkan ketika belanja modal pertama kali, aku ikut serta memilih jajanan. Aku juga terlibat dalam kegiatan memberikan label harga makanan di setiap produk.

Kamis, 09 September 2010.

Hari yang ditunggu untuk mudik ke Bandung pun tiba. Kami mudik dengan formasi memakai motor ditimpuk tiga.

Aku dan Teh Hanna naik motor hijau bersama A Banyu, sedangkan Mama serta Tika semotor dengan Bapak. Kami berangkat dari Kampung menuju jalan belakang ke kawasan Gajrug Bogor.

Sesekali Bapak pun meminta Aa Banyu memimpin jalan lebih dulu, tapi begitu memasuki perkotaan, Bapak menyalip dan memimpin jalan.

Tika yang berdiri di tengah-tengah antara Bapak dan Mama menoleh ke belakang melihat kakak-kakaknya. Adikku itu lalu melambai tangan dengan riang. 

Selain itu, ada juga cerita lucu ketika kami melewati pos pemeriksaan. Petugas Patroli melambaikan tangan ke arah motor Aa Banyu memintanya untuk berhenti.

“Berhenti! Ayo, ke pinggir dulu!”

Akan tetapi, Aa Banyu yang melihat wajah petugas patroli itu menyeramkan dengan kumis tebal, memilih melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Beberapa kali kami pun berhenti di bengkel untuk memantaun mesin motor. Saat tiba di kota Bandung. Sekali lagi terjadi hal lucu. Semua bermula dari Bapak yang menerobos lalu lintas di detik-detik terakhir pergantian lampu hijau. 

Aa Banyu yang mengikuti di belakang tak sempat menyusul Bapak, sehingga kami terhenti.

Saat itu, terjadi Mama langsung menoleh ke belakang, sekilas dia menepuk pundak Bapak untuk memperingatinya jika motor kami tertinggal di lampu merah.

Begitu berubah warna menjadi hijau, Aa Banyu langsung menancap gas menyusul Bapak. Namun, motor Bapak tak ditemukan. Dia pun memelankan laju motornya.

“Dek coba sambil lihatin motor Bapak ada nggak?!” pinta A Banyu.

Aku dan Teh Hanna mengikuti perintah tersebut. Akan tetapi, sampai melewati lampu merah selanjutnya, motor Bapak tidak juga terlihat.

"Nggak ada, A," jawabku.

“Duh! Gimana nih, Dek?! Motor Bapak hilang. Kita kesasar?!”

Mendengarnya aku pun panik dan mendadak cemas, tapi tak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa menyarankan Aa Banyu untuk berhenti dulu.

Lihat selengkapnya