Aku telah berharap kesembuhan itu milikku
Lantas, kenapa tidak dikabulkan?!
(Mega Kembar)
***
Kamis, 23 Juni 2011.
Saat fazar mulai menyingsing, tidak kudapati lagi Mama di sampingku. Namun, aku tidak sepanik sebelumnya, karena teringat pesan Mama untuk patuh pada arahan Dokter.
Dokter Ruang ICU pun datang menyapaku sambil membawakan sarapan berupa bubur manis dan segelas susu.
“Mau apa lagi, Dek?” tanyanya.
“Mau Mama. Suruh Mama ke sini,” pintaku.
“Iya. Dokter panggil dulu, ya.”
Akan tetapi, yang datang bukan Mama melainkan Bi Dian.
"Kok malah Bibi, sih?!"protesku cemberut. "Dede maunya Mama. Mama kemana?"
"Ke ruang inap dulu, Dek. Mamanya ganti baju dan mandi. Nanti kesini lagi."
Aku pun hanya bisa pasrah di temani oleh Mama. Selang beberapa lama, aku meminta Bi Dian untuk menyusul Mama.
Saat Mama tiba, aku pun langsung mengeluh ketidaknyamananku menjalani perawatan ICU.
“Dede sampai kapan di sininya, Mah?! Di sini nggak enak. Dede maunya dirawat di ruangan aja."
“Iya. Nanti tunggu arahan Dokter dulu.”
Karena aku masih lapar selepas disuapi oleh Bi Dian, Mama pun menawariku teh manis ketika dokter mengizinkanku mengonsumsi makanan atau minuman dari luar, tapi masih dalam batas yang wajar.
Ketika Mama keluar, gantian Aa Banyu yang masuk dengan sorot mata berkaca dan wajah memerah. Aku tidak terlalu menanggapi kesedihannya, aku malah meminta dibelikan jajanan.
"Aa nanti kalau dede udah dipindahin ke ruangan. Beliin dede martabak telor lagi, ya?" pintaku ceria.
"Iya, Dek. Gampang itu mah, yang penting dede sembuh dulu."
"Oke, deh."
Kami pun berbicara sampai beberapa menit, sampai Aa Banyu izin keluar untuk digantikan oleh Teh Hanna, karena aturan di Ruang ICU lebih ketat.
Setiap pasien hanya boleh dikunjungi oleh satu orang penjenguk yang telah melakukan prosedur sterilisasi. Batas waktunya pun lebih pendek.
“Dede kamu yang kuat, ya? Harus tetep semangat. Jangan menyerah!" tutur Teh Hanna.
"Pasti, Teh!" jawabku sok tegar.
"Kerasa sakit nggak, Dek?"
Aku terdiam sejenak. "Nggak tahu."
Dan kakak keduaku pun memilih mengangkat topik lain dengan membahas perihal hobi, idol, kegiatan di sekolah dan topik random lainnya.
Setelah Teh Hanna keluar, datanglah Abah Arhani yang juga memberikan kata-kata penyemangat. Lalu, setelahnya tidak ada yang datang, tapi di jendela sana aku melihat seseorang melambaikan tangan.
“Siapa?” tanyaku pada diri sendiri.
Kupikir itu keluarga dari pasien di ruang lain, ternyata itu adalah Bapak yang harus menunggu giliran masuk.
“Gimana keadaan Dede?” tanya Bapak tersenyum lembut.
Akan tetapi, melihat kedatangannya membuatku ingin menangis. Aku tahu meski terlihat keras di luar, tapi Bapak termasuk orang yang paling menyayangiku di dunia ini.
“Bapak, dede udah di operasi. Dede udah sembuh sekarang,” ucapku.
"Iya. Dede emang hebat. Anak Bapak yang paling kuat."
Kenyataan aku memang bergelimang kasih sayang. Namun, apakah ini harus dibayar dengan kesehatan dalam tubuhku?!
***