Aku hanya ingin hidup seperti saat kecil dulu
Kenapa tidak bisa?!
(Mega Kembar)
***
Januari 2013.
Melihatku tersiksa oleh penyakit infeksi ini, Mama pun menentang perintah Bapak dengan membawaku berobat ke Rumah Sakit lagi.
Untuk kesekian kalinya, aku menjalani rangkaian tes kesehatan menjelang Operasi Keenam.
Peristiwa yang terjadi berulang-ulang nyatanya tidak membuatku terbiasa. Kapan ini berakhir?! Selalu menjadi pertanyaan yang tidak memiliki jawaban pasti.
Semua berjalan seperti biasa, kecuali perubahan sikap Bapak yang mencolok. Yang semula selalu ramah pada petugas medis, kini memusuhi.
Seperti saat Dokter Bedah melakukan visit ke ruangan, Bapak menegurnya. “Kaki putri saya seperti ini gara-gara tindakan Anda yang asal mencabut tulang di kakinya.”
“Dokter melakukan itu sesuai prosedur, Pak. Kalau tulang yang menonjol tidak dibuang bisa membusuk dan merusak ke jaringan lain,” bela perawat.
“Ngawur. Tidak ada sejarahnya tulang akan membusuk, Dok,” amuk Bapak. “Mayat yang sudah terkubur puluhan tahun saja tulangnya masih utuh."
Mereka semua terdiam membiarkan Bapak mengemukakan pendapatnya sendiri. "Andai, tulangnya nggak dicabut. Mungkin anak saya masih bisa berjalan normal.”
Karena Bapak terus menuding, Mama pun menarik tangannya menjauh.“Sudah, Pak. Malu dilihat orang. Jangan marah-marah terus. Inikan kita lagi berusaha menyembuhkan dede.”
Bapak pun pergi keluar, sedangkan Mama mendapat teguran dari Dokter Ruangan akan perlakuan tak sopan Bapak yang memarahi Dokter Spesialis tersebut.
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Entah orang tuaku terlibat pertengkaran atau tidak, sebab tak berselang lama sikap Bapak mulai berubah.
Bapak menjadi sering keluar rumah dan baru pulang di tengah malam. Bapak tidak lagi memiliki kesempatan untuk sekadar mengantarkan aku cek up ke Rumah Sakit.
Merasa penasaran, aku pun bertanya pada Mama. “Bapak kemana, Mah? Kok, sekarang jarang di rumah? Apa Bapak ikut pelatihan lagi di Anyer?”
Mama menggeleng. “Nggak, Dek. Bapak akhir-akhir ini sibuk kuliah.”
“Lho?! Bapak kuliah sama kayak Aa?! Tapi buat apa, Mah? Bapak-kan udah tua."
“Iya, Bapak kuliah naikin golongan PNS-nya biar gajinya tambah gede.”
Aku hanya berOh ria. Toh, bukan hal baru lagi Bapak pergi
Toh, bukan hal baru lagi Bapak akan pergi keluar kota, tidak jarang saat pulang pun akan menghubungi rumah untuk menanyakan ingin dibelikan oleh-oleh apa.
Tidak pernah terpikirkan sedikitpun bahwa Bapak akan mengkhianati cinta Mama. Karena yang aku tahu, Bapak tengah bekerja keras mencukupi biaya pengobatanku.
Tapi ternyata bahtera yang kukira sangat kokoh itu sedang diujung tanduk, dan semuanya karena diriku.
Memang anak pembawa sial, kan?
***
Februari-Maret 2013.
Selepas aku diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan pasca operasi, yang menungguku hanyalah kabar buruk lain.
Semua dikarenakan pembagian rapot di bulan Desember kemarin, aku mendapat ranking ketiga. Tapi aku kembali di fitnah.
Sebagian temanku menyebarkan rumor, bahwa aku mendapatkan juara tersebut karena Aa Banyu memintanya pada Pak Julian.
Aku muak!
Apakah seaneh itu melihat orang cacat berotak encer?!