Skills

Imajiner
Chapter #2

Prolog

Tiga minggu sudah gue merasakan arti surga dunia sebenarnya. Dari liburan bareng temen-temen SMA, main game non-stop, nonton tv sepuasnya, dan yang paling terpenting bebas dari tugas sekolah. Meskipun merasakan indahnya surga dunia, yang namanya rasa jenuh itu pasti ada. Gue jenuh banget karena nggak ada hal yang menarik lagi di minggu akhir ini sebelum gue masuk kampus lusa nanti.

Kriing... kriiing...

"Siapa sih itu yang telepon? Ganggu tidur aja!"

Kriing... kriiing...

Terus terganggu oleh suara telepon rumah, gue langsung berdiri dari kasur dan keluar kamar untuk mengangkat telepon yang terletak di ruang tengah.

"Halo? Halo?"

"Armaaaan! Pasti kamu baru bangun ya?"

Celaka! Ternyata ibu gue yang telepon. Dia tahu lagi kalau gue baru bangun tidur.

"Armaaan... Halo?? Armaaan??"

"Iyaa bu?" jawab gue pelan.

"Kamu pasti baru bangun ya nak?"

Gue tahu kalau berbohong itu dosa, apalagi bohong ke ibu. Bisa-bisa gue jadi anak durhaka.

"I... Iya bu. Arman baru bangun..."

Dengan menjawab seperti itu, gue harus siap menerima bombardir nasihat dari ibu.

"Kamu ini gimana sih nak? Dari ibu sama ayah berangkat kerja tadi, masa kamu baru bangun tidur? Jangan mentang-mentang kamu libur panjang ya, bisa seenaknya bangun siang."

"Iya bu... Maafin Arman. Alarm Arman mati tadi pagi."

"Sudah jangan banyak alasan kamu nak! Ibu mau tanya sama kamu, sebenarnya kamu sudah ambil berkas daftar ulang belum?"

Mampus! Gue lupa ambil berkas daftar ulang kampus. Itu kan diambil paling telat hari ini, tanggal 18.

"Be.. Belum bu..."

"Apa? Belum diambil? Bukannya ayah sudah mengingatkanmu dari hari Senin? Kamu tahu kan kalau berkas itu paling telat diambil hari ini?"

"Iya bu. Arman tahu. Cuma Arman baru ingat lagi bu."

"Lagi-lagi alasan saja kamu! Ibu nggak mau tahu ya nak, ibu pulang nanti berkas itu harus sudah ada di rumah. Jangan pulang sebelum dapat berkas. Titik."

Amarah ibu memang tiada tandingannya, bahkan melebihi amarah bapak. 

Tapi gue bingung, menurut gue berkas daftar ulang itu nggak ada gunanya karena gue kan sudah resmi jadi mahasiswa Mandalawangi karena udah bayar.....

Bayar dengan uang kedua orang tua gue.

"Memang harus sepenting ini ya bu? Arman kan sudah resmi masuk Mandalawangi, di ambilnya lain kali saja deh bu."

"Bantah saja kamu, di berkas itu ada kartu keluarga kita. Kasihan adikmu, berkas SMP-nya kurang kartu keluarga soalnya."

Ternyata itu masalahnya, kalau gini sih mau nggak mau gue harus pergi ke kampus.

"Arman, ibu nggak mau tahu ya. Pokoknya ibu pulang, berkas daftar ulang kampus harus sudah ada!"

"Iya bu..."

Sambungan telepon pun ditutup. Jam yang sudah di angka sebelas memaksa gue untuk cepat bersiap-siap. Gue takut kalau terlalu siang, bisa-bisa Mandalawangi tutup dan gue bakalan tidur diluar persis ketika SMA dulu. Nggak mau lagi, gue! Banyak nyamuk! Kapok!

Lihat selengkapnya