Skills

Imajiner
Chapter #9

Nino Graha Sastra - 4. Panik

Malam hari menjelang, aku dan kakak masih sibuk di supermarket untuk mencari beberapa barang untuk ospek besok.

"Ayo cepat kak jalannya! Lambat banget sih?" ujarku dengan perasaan cemas.

"Kamu sih enak No cuma nyari-nyari doang. Kakak nih yang repot harus dorong-dorong trolley."

Rasanya tidak berlebihan bila aku cemas seperti ini. Aku adalah ketua kelompok delapan, aku harus memberikan contoh yang baik bagi para teman-temanku termasuk terlihat baik dan rajin di mata Kak Tasya.

Untungnya beberapa barang sudah berhasil aku temukan, tersisa dua barang lagi yang belum berhasil aku dapatkan, yaitu sapu ijuk dan keranjang sampah warna biru muda. Untuk keranjang sampah, sudah lima kali aku mencari ke toko yang berbeda namun tidak menemukannya. Semoga saja di supermarket ini aku berhasil mendapatkannya agar aku dan kakak tidak letih lagi untuk mencarinya.

"Kata mbaknya tadi keranjang sampahnya ada disini, kok malah jadi tempat pot bunga ya?" sahutku keheranan.

"Tanya lagi dong No! Katanya mau cepat selesai."sindir kakak.

Aku berlari ke segala arah untuk mencari petugas yang berjaga. Untungnya tak jauh dari lokasiku, ada seorang petugas yang tengah mencatat harga. Aku langsung saja beranikan untuk bertanya,

"Mas, tempat keranjang sampah di mana ya?"

"Di dekat pot bunga dek."

"Dekat pot bunga? Tadi saya lihat tidak ada mas."

Petugas itu tidak yakin denganku. Ia lalu berjalan pergi ke arah pot bunga sambil aku ikuti. Setibanya di bagian pot bunga, aku kaget melihat kakak sudah memegang keranjang sampah yang warnanya persis dengan apa yang aku mau.

"Loh kok kakak sudah dapat? Dapat di mana?"

"Itu No, di sana."

Ternyata lokasinya memanglah tertutup dengan susunan pot bunga. Ah aku jadi malu sendiri kepada petugas yang sudah datang ini.

"Maaf ya mas, barangnya sudah ketemu. Maaf sekali lagi."

"Enggak apa-apa dek. Permisi."

Petugas itu pun pergi, sepertinya ia menuju ke lokasi sebelumnya.

"Kakak! Buat malu aku aja!"cetusku dengan suara yang nyaring.

"Lagian kamu juga sih, cari barang aja buru-buru."

"Kan tadi kakak yang suruh aku tanya! Gimana sih?"jawabku kesal.

"Sudahlah No, kakak malas ribut hal yang enggak penting di sini. Ini sudah terkumpul semua atau belum?"

Aku mencoba mencocokan barang-barang yang di beli dengan catatanku.

"Kalau sudah ayo kita pulang, kakak juga punya tugas kuliah nih."

"Tinggal satu lagi kak, sapu ijuk."

"Ya sudah ayo kita jalan ke depan, siapa tahu sebelahnya keranjang sampah ada tempat khusus sapu."

Aku mengikuti saja ajakan kakak itu. Belum separuh berjalan, handphone milikku berdering keras,

"Siapa yang telepon No?"

Kulihat, ternyata ibu yang menelepon.

"Ibu kak."

"Ya sudah cepat angkat, siapa tahu penting."

"Iya kak, kita sambil jalan saja kak supaya cepat."

"Iya bawel!"

Sambil senyum sinis melihat kakak, aku pun mengangkat panggilan telepon,

"Halo bu? Ada apa?"

"Gimana nak? Sudah dapat semua barangnya?"

"Tinggal satu lagi bu, sapu ijuk."

"Sapu ijuk? Tidak usah beli nak. Ibu tadi dapat pinjaman sapu ijuk dari Ibu Deni, belum pernah dipakai sama sekali."

"Jadi sudah ada di rumah bu?"

"Sudah nak, sudah ada. Sekarang kamu sama kakak cepat pulang."

"Iya bu. Nino sama kakak mau langsung pulang. Daaah ibu."

Aku menutup sambungan telepon. Seketika kakak bertanya,

"Siapa yang sudah ada di rumah?"

"Sapu ijuk kak, ibu dapat pinjam tadi. Sekarang kita langsung bayar saja."

"Sudah lengkap semua berarti?"

Lihat selengkapnya