Skills

Imajiner
Chapter #10

Arman Lugimansyah - 4. Kesempatan

"Sudah selesai pak? Kok lama banget?"

"Belum dek, masalahnya lubangnya banyak."jawab tukang tambal ban.

Sabar? Bapak sih bisa bilang sabar, kalau gue mana bisa sabar karena gue belum nyari peralatan buat ospek besok. 

Gue yakin, pasti yang melakukan hal ini adalah seorang senior Mandalawangi. Kenapa gue bisa menyimpulkan begitu? Karena lucunya bukan cuma motor gue aja yang kena, pas gue dorong motor kesini ada pengendara yang ban motornya bocor juga. Ketika gue tanya bocor di mana dia jawab dia kena di deket Mandalawangi dan si pengendara juga seorang maba Mandalawangi jurusan seni.

Sambil menunggu, gue berusaha memanfaatkan waktu. Gue memilah barang-barang ospek yang gua catat tadi, mana yang udah gue punya dan mana yang belum. Ternyata ada banyak juga barang yang gue belum punya. Untung aja gue bawa duit lebih, habis nambal ban selesai gue bisa langsung pergi ke supermarket.

Menjelang petang tiba, selesailah tukang tambal ban menambal ban motor gue.

"Nih mas, sudah selesai."

"Jadi berapa pak?"

"30.000 aja dek."

"Hah? 30.000? Tadi kan lubangnya cuma satu pak!"

"Tadinya ada satu dek, pas diperiksa lagi ada tiga lubang lagi yang bocor."

Gue bingung, si tukang ini mau nipu gue atau senior emang bener-bener kelewatan sama motor gue? Ah, bodo amatlah daripada gue kelamaan di sini, mending langsung bayar aja.

Selesai membayar, gue langsung menancapkan gas untuk pergi ke supermarket dengan kecepatan penuh. Gue takut kalau hujan bakal turun, soalnya anginnya kenceng banget dari tadi.

Nggak lama, kecepatan motor langsung gue kurangi karena ada kemacetan di depan. Gue mencoba jalan zig-zag melewati antrian kendaraan sampai akhirnya gue ikut kejebak macet.

"Sialan, nggak pagi nggak malem pasti macet. Kalau supermarketnya tutup gimana?"sahut gue kesal.

***

Hujan turun deras pukul 20.00. Untung aja gue udah sampai duluan di supermarket.

Tanpa buang waktu, gue langsung ambil trolley dan langsung masuk untuk nyari barang apa aja yang gue butuh. Enggak lupa, catatan ospek gue keluarin dari tas.

Beberapa perlengkapan dengan mudah gue temuin karena gue hapal betul lokasi supermarket ini. Mungkin karena gue sering nganter ibu belanja, jadinya gue bisa hapal.

Ketika sampai di bagian kebersihan, gue langsung cari di mana sapu ijuk. Meskipun di rumah punya, tapi sapu ijuk di rumah biasa dipakai ibu gue nyapu. 

Ketemulah sapu ijuk yang ukurannya agak kebesaran menurut gue.

"45.000? Mending gue pakai sapu lidi di rumah!"

Gue punya keyakinan, buat apa beli barang kalau nggak jelas mau dipakai buat apa. Lagian gue udah punya sapu ijuk di rumah, masa gue beli ini sapu untuk ospek aja? Mana ukurannya besar lagi, percuma gue beli. Mending gue cari yang lain aja deh.

Sambil berjalan ke tempat lain, sesekali gue baca perlengkapan apa yang belum gue dapet. Tapi kali ini gue bingung karena enggak paham maksud-maksud tulisan ini.

Lihat selengkapnya