Skills

Imajiner
Chapter #11

Nino Graha Sastra - 5. Senioritas

Tidak seperti biasanya, pukul 06.00 aku sudah berdiri seperti orang gila yang akan digelandang oleh Satpol PP. Dari dulu hingga sekarang aku masih bingung, sebenarnya apa sih manfaat yang didapatkan dari ospek ini? Pengenalan sekolah? Ah paling-paling cuma diberi edaran saja. Menambah keakraban? Bisa jadi sih...

Mungkin universitas dan panitia ospek beralasan kalau ospek sangatlah penting untuk membuat mental para mahasiswa baru semakin cekatan, tidak lelet ataupun tidak manja. Mungkin manfaat itu adalah manfaat yang paling tepat menurutku, tapi yang terpenting dan belum terjawab olehku sampai sekarang, mengapa kami harus didandani seperti ini? Baju dimasukkan layaknya bayi usia tiga tahun, kaos kaki panjang menutupi bagian bawah celana, tas dari bahan kardus bekas, membawa sapu ijuk, sabuk diikat tali rafia dan yang paling membuatku muak adalah kami maba laki-laki diwajibkan memakai pita besar berwarna merah muda. 

Kami ini laki-laki, masa pakai pita warna merah muda? Sudah ukurannya besar, merah muda lagi! Dan asal kalian tahu, sedangkan mahasiswi menggunakan pita berwana hijau. Terbalik bukan? Sudahlah, biarkan para senior puas menjahili kami semua dan selamat datang Senioritas!

"Selamat pagi semuanya!"sahut MC yang baru naik ke atas panggung.

"Pagiiiii..."jawab seluruh mahasiswa baru.

Tidak seperti biasanya, para maba dengan lantang dan kompak menjawab ucapan sang MC. Faktor akan bertemu seniorkah?

"Sudah pada sarapan semua?????"

Terdengar suara-suara ketidakkompakkan dari para maba. Rupanya prediksiku salah kalau mereka ini takut sama senior.

"Ih... Kan kalian semua sudah diwajibkan untuk sarapan dulu. Tapi, kalau misalnya ada yang belum makan atau lemas, segera angkat tangan ya? Biar tim dari PMR datang membantu. Yang lagi sakit juga bilang loh! Pokoknya mau sakit ringan atau sakitnya berat, angkat tangan atau langsung datang ke kakak-kakak PMR yang pakai baju warna merah. Pokoknya datangi PMR ketika kalian merasa sakit, asalkan jangan sakit hati saja ya??"

Para maba termasuk aku tertawa mendengar guyonan dari MC berkerudung ini.

"Coba deh kita coba. Yang lagi sakit atau merasa nggak enak badan coba angkat tangannya dulu."

Ternyata banyak juga yang mengangkat tangannya, kuhitung sekitar 30 orang dari 150-an orang mengangkat tangannya.

"Banyak juga rupanya, jangan pada bohong hayo! Yang jujur."sindir MC acara.

Namun tidak nampak perubahan dari para maba yang mengangkat tangannya tadi. Sepertinya mereka yang mengangkat tangan memang sakit sungguhan, atau ada segelintir orang yang mencoba bersandiwara?

"Baik kalau begitu yang tadi mengangkat tangan, silahkan kalian keluar dari barisan dan datangi anggota PMR terdekat."

Ternyata yang kondisinya sakit diperbolehkan untuk keluar dari barisan. 

"Wih... Wih... Wih... Sakit di waktu yang tepat!"batinku dalam hati.

"Sudah pada keluar semua ya yang nggak enak badan itu?" Tanya MC acara sambil melihat keadaan maba yang berbaris.

Aku mencoba melihat keadaan sekitar. Apes sekali nasibku karena tidak ada satu orang pun yang aku kenali ataupun yang berasal dari kelompok yang aku ketuai.

Ketika aku balikkan kepala ke depan, MC acara seketika menghilang dari atas panggung.

"Kemana MC-nya? Kok hilang?"ucapku kebingungan.

"Suuut...!! Diem bro, tundukkin kepala kamu!"bisik seorang maba yang berdiri di sampingku.

"Tunduk? Memangnya ada apa..."

Belum selesai aku membalas ucapannya, suara teriakan keras muncul dari berbagai sudut. Ternyata suara-suara teriakan ini berasal dari senior yang datang bergerombol.

"Tunduk kepalanya semuaaa! Tunduk!"

"Ngapain kamu lihat-lihat ke saya? Kamu berani ke saya??

"Jangan pada ngobrol!!! Jangan pada ngobrol! Kita semua bisa dengar kok kalau ada yang mengobrol!"

Teriakan demi teriakan terus dilancarkan oleh para senior yang setidaknya membuat kita terdiam dan patuh.

Aku yang terus menundukkan kepala hanya bisa melihat bayangan senior-senior yang berjalan lalu lalang. Namun salah satu bayangan berhenti persis didepanku. Astaga apakah aku melakukan kesalahan?

"Kamu kemarin ikut Technical Meeting nggak? Kita suruh ukuran kardusnya sesuai dengan yang disuruh. Kenapa kamu besar banget? Mau liburan kamu?" ujar salah seorang senior yang memarahi seorang maba yang barisannya tepat di depanku.

"Maaf kak."jawab dengan suaranya yang kecil.

"Kamu ngapain lihat-lihat muka saya? Ada yang salah dengan muka saya?"balas si senior.

Tidak terdengar sepatah atau dua patah ucapan dari maba di depanku ini.

"Kamu punya telinga nggak? Ada yang salah dengan muka sayaaaaaaaaa???? Kenapa kamu lihat-lihat saya??????"

"Yap, begitulah kakak kelas. Dijawab salah, tidak dijawab juga salah. Mereka sangat pintar untuk mencari-cari kesalahan."kesalku dalam hati.

"Test.. Test... Dengarkan para mahasiswa baru, angkat kepala kalian!"

Aku langsung mengangkat kepalaku yang tertunduk. Kulihat kakak kelas yang memarahi maba didepanku tadi pergi menghilang tanpa jejak.

"Dengarkan baik-baik, tanpa ada pengulangan. Barisan kalian ini adalah barisan acak. Saya minta kalian harus baris sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Patokkannya adalah pembina yang sedang baris sambil membawa angka kelompoknya. Carilah kelompok kalian dengan cepat dan jangan ribut. Mengerti?"

"Baiiiiiiik..."ucap seluruh maba kompak.

"Tunggu apa lagi kalian? Cari dari sekarang!" Balas seorang cowok yang sepertinya menjadi ketua dari para senior.

Aku dan semua maba yang ada di lapangan ini berhamburan kesana-kemari mencari para pembina kelompok. Tetapi keributan tidak dapat di hindarkan.

"Jangan ribut! Kalian paham tidak? Jangan ribut!"bentak senior di atas panggung.

Lihat selengkapnya