Skills

Imajiner
Chapter #12

Arman Lugimansyah - 5. Benci Mereka Bagian Dua

Pukul 06.00 gue udah baris di lapangan Mandalawangi dengan dandanan yang nggak jauh beda dari orang gila. Tas dari kardus, baju seperti anak bayi, gesper dari rafia dan pita pink besar di kerah baju gue.

Berhubung gue baris di barisan agak belakang, gue kadang ketawa sendiri lihat maba lain yang dandanannya persis gue. Malah ada yang lebih parah, ada yang tas kardusnya gede banget lah, tali rafianya kepanjangan, bahkan ada yang bawa sapu ijuk panjang banget buat beresin loteng. Tapi di sisi lain, gue juga lihat beberapa maba yang nasibnya sama kayak gue yang enggak bawa alat yang disuruh. Gue yang seharusnya bawa sapu ijuk, tapi tetap pada pendirian untuk bawa sapu lidi. Kalau dimarahin, gue punya alasannya juga kok.

"Selamat pagi semuanya!"sapa MC yang memulai acara naik ke atas panggung.

"Pagiiii..."

"Sudah pada sarapan semua??????"

"Beluuuum...."kata gue dan beberapa orang maba.

"Ih... Kan kalian semua sudah diwajibkan untuk sarapan dulu. Tapi, kalau misalnya ada yang belum makan atau lemas, segera angkat tangan ya? Biar tim dari PMR datang membantu. Yang lagi sakit juga bilang loh! Pokoknya mau sakit ringan atau sakitnya berat, angkat tangan atau langsung datang ke kakak-kakak PMR yang pakai baju warna merah. Pokoknya datangi PMR ketika kalian merasa sakit, asalkan jangan sakit hati saja ya??"

Beberapa maba tertawa, tapi gue sama sekali nggak menganggapnya lucu. 

"Coba deh kita coba. Yang lagi sakit atau merasa nggak enak badan coba angkat tangannya dulu."

Banyak juga yang ngangkat tangannya. Gue heran, mereka sakit beneran atau sakit bohongan?

"Banyak juga rupanya, jangan pada bohong hayo! Yang jujur'"sindir MC acara.

Gue sih sebenernya pengen ngangkat tangan kayak orang-orang ini. Mungkin gue bisa dapet teh anget ataupun kenalan sama anak PMR yang cantiknya nggak beda jauh dari Kak Tasya. Tapi gue mikir lagi, apa gunanya gue semaleman hujan-hujanan cari barang ospek?

"Baik kalau begitu yang tadi mengangkat tangan, silahkan kalian keluar dari barisan dan datangi anggota PMR terdekat."

Para maba yang sakit meninggalkan lapangan untuk datang ke petugas PMR. Gue harap si Nino termasuk orang-orang yang ngangkat tangan ini, secara gue rasa mental dia beda jauh sama gue karena gue perhatikan bakalan ada senior masuk kesini.

"Sudah pada keluar semua ya yang nggak enak badan itu?"tanya MC acara yang langsung pergi meninggalkan panggung.

Tingkah aneh dari MC acara yang nggak biasanya dan juga maba-maba di barisan depan yang menundukkan kepala membuat gue semakin yakin kalau aura kedatangan senior mulai terasa.

"Tunduk kepala semua! Tunduk!"

Bener kan dugaan gue? Secara bergerombol para senior masuk dari depan, samping hingga belakang. Beraninya teriak-teriak gini kalau banyakkan, coba kalau sendirian, gue jamin nggak bakalan berani mereka.

"Kamu denger nggak? Tunduk Woy!"

Gue langsung kena semprot senior di hari pertama karena gue nggak menundukkan kepala.

"Ya kak."ujar gue pelan.

Beberapa anggota senior jalan melewati gue, namun salah satu dari mereka berhenti nggak jauh dari tempat gue baris.

"Kenapa kamu pitanya kecil banget? Mau jadi sok ganteng hah?"

Gue ketawa kecil mendengar ucapan senior itu. 

"Maaf kak."jawab si maba yang dimarahi.

Lihat selengkapnya