Setelah beres makan siang, para maba diwajibkan untuk operasi semut lebih dahulu. Jika ada yang belum tahu operasi semut itu apa, itu adalah sebuah kegiatan untuk memungut sampah-sampah yang terdekat dari kami.
"Sudah diambil semua sampahnya?"tanyaku kepada seluruh anggota kelompok.
"Sudaaaaaah...."
"Bagus, kalian pegang dulu ya? Dari depan sini saya estafetkan sebuah trash bag untuk tempat buangnya. Ingat jangan pada ribut dan tetap tertib!"
"Iyaaaaaaaa...."
Untungnya aku mendapatkan teman-teman yang mudah untuk diajak kerja sama. Kalau ada si Arman, mungkin bakalan beda lagi ceritanya.
"Sampahnya udah diambil belum woy!"
"Udah bersih belum!!!!"
Tiba-tiba para senior datang secara bergerombol. Kembali, aku dan seluruh maba harus menundukkan kepala sambil mendengarkan teriakan dari para senior.
"Siapa suruh kalian nunduk? Siapa suruh!"teriak salah seorang senior.
Aku harus bersabar dengan tingkah senior-senior ini. Kalau tidak tunduk, nanti dikiranya kita melawan mereka. Maunya mereka apa sih?
Namun rasa keluhku hilang ketika melihat ke atas panggung ada barisan yang diisi oleh para maba yang mukanya sudah dicorat-coret. Disana pun nampak ada....
"Arman?"ucapku kaget.
"Lihat semuanya! Lihat! Orang-orang lambat yang gagal mencari dimana kelompoknya!" Ujar seorang senior dengan suara serak.
Ternyata benar, Arman telat masuk ke dalam barisan kelompok. Kasihan sekali dia harus di hukum seperti itu.
"Untuk yang terlambat! Saya akan panggil satu persatu nama kalian, lalu yang namanya merasa dipanggil maju satu langkah ke depan dan untuk ketua kelompok yang merasa yang di depan ini anggota kelompoknya, harap maju mendekati anggotanya."
Oh ternyata ini yang dimaksud Kak Tasya itu. Tapi harus bagaimana aku nanti? Apakah aku disuruh untuk memberikan penjelasan kenapa anggota kelompoknya bisa telat? Mampus kalau begitu! Aku bingung mau bicara apa.
"Rey Iswarandi maju!"
Seseorang yang bernama Rey maju satu langkah.
"Siapa ketua kelompok yang punya anak buah namanya Rey?"
Tidak ada seorangpun ketua yang maju mendatangi Rey. Kasihan banget dia.
"Mana nih ketuanya! Masa anggotanya sendiri nggak tahu?"
Akhirnya salah satu maba cewek maju mendekati Rey.
"Kamu siapa? Pacarnya?" Tanya senior cewek yang menurutku mempunyai wajah paling sadis di antara senior cewek lainnya.
"Bukan kak, saya wakil ketua kelompok dua belas."
"Wakil ketua? Terus ketuanya mana?"
"Ket.. Ket.. Ketuanya Rey sendiri kak."ucapnya pelan.
"Kasihan banget si Rey, sudah jatuh tertimpa tangga. Dia yang jadi ketua kelompok, dia sendiri yang enggak tahu dimana barisan kelompoknya. Hampir saja nasibku seperti Rey."batinku dalam hati.
"Ternyata ketuanya sendiri tidak tahu dimana kelompoknya teman-teman senior! Ironi banget." Kembali ujar si senior cewek sadis.
Para senior lain tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan si senior cewek itu. Memang bener-bener kelewatan mereka semua, buat kesal saja!
"Baiklah untuk wakil ketua, apakah kamu mengizinkan dia masuk kembali ke dalam kelompok?" Kali ini tanya senior yang lain.
"Saya izinkan kak."
"Mengapa?"
"Karena kelompok dua belas membutuhkan seorang ketua kak, wakil ketua saja tidak cukup untuk mengatur para anggotanya."
"Alasan yang logis, ya sudah sana bawa Rey masuk ke dalam barisan!"kembali tegas senior.
Rey dan wakilnya pun berlari masuk ke dalam barisan kelompoknya.
Ternyata begitu cara mainnya, aku harus punya alasan yang logis untuk bawa Arman balik masuk barisan. Tapi alasan apa yang akan aku gunakan ya? Dasar Arman, buat aku was-was aja nih!
***
"Tersisa dua orang lagi, saya panggil si anak ingusan... Arman Lugimansyah."