Seorang gadis kecil sedang bermain layangan di taman bersama dengan teman-teman sebayanya. Dengan senyum mengembang gadis kecil tersebut tertawa riang. Saat layangan milik makin terbang tinggi. Suasana taman tampak ramai banyak sekali pengunjung disana. Gadis menoleh tersenyum pada sosok lelaki tinggi.
"Papa layangannya makin tinggi," ucap gadis kecil itu
Lelaki itu tersenyum lebar menatap anak sulungnya. "Seneng ya?," Tanyanya, gadis kecil itu mengangguk antusias. Namun ada satu layangan yang mengait pada layangan gadis tersebut. Ia mendongak melihat layangan milik salah satu anak kecil itu terlepas dari benang yang menjulang tinggi.
"Papa, layangan anak itu terlepas," tunjuknya sambil memberi tahu.
Lelaki tersebut mendongak lalu beralih menatap anak gadisnya lagi. Ia tersenyum lalu mengusap rambut lembut itu dengan sayang.
"Udah sore, yuk balik mama pasti sudah cariin." Ucapnya
"Tapi turunin dulu layangannya." Pintanya
Dengan segera lelaki jangkung itu menurunkan layangan milik anaknya. Hari semakin sore senja semakin tampak di ufuk barat. Suasana taman yang semula ramai kini sepi.
Suasana rumah kini terlihat sepi. Anak gadis itu kini sedang duduk menatap langit malam. Ia senang melakukan itu. Baginya melihat langit adalah sesuatu yang menyebabkan. Sedangkan di bawah sana terdapat seorang lelaki yang tengah sibuk mengotak Atik mobil. Sepertinya sedang memperbaiki mobil.
"Papa, mau di bantuin gak?" Tanya gadis kecil itu.
Lelaki itu keluar dari bawah mobil lalu menatap anaknya penuh senyum. "Lebih baik kamu main aja di dalam. Bentar lagi papa akan selesai kok." Jelasnya
"Kalau mobilnya sudah bagus. Besok papa ajak kamu jalan-jalan," tambahnya
Gadis kecil tersebut mengangguk antusias. "Kalau begitu Arin pergi bobo aja deh," ucapnya lalu melangkah masuk.
Ya, gadis kecil berambut ikal, badan mungil itu berlari masuk ke dalam. Lelaki itu yang di panggil papa tersebut turut membereskan segala peralatan mobilnya. Hingga lima belas menit kemudian ia menyusul masuk ke dalam rumah.
Seperti biasanya makan malam di hidangkan makanan lezat. Arin kecil menatap binar. Hingga kedua orangtuanya ikut duduk. "Papa, besok Arin ikut krenek ya," pintanya
"Emang bisa bangun pagi?" tanya Papa Halik
Arin mengerucutkan bibirnya, "Ah, Papa. Remehin Arin. Jelas bisalah," ujarnya yakin
Mereka bertiga makan dengan hikamat, hanya dentingan suara sendok yang menggema di ruangan tersebut.
"Pah, Mah, Arin tidur dulu," pamitnya
"Jangan lupa gosok gigi, cuci kaki sama tangan. Wudhunya juga," ucap Emma pada anak sulungnya.
Suara kicauan burung pagi hari membuat sang gadis kecil masih belum ada tanda-tanda untuk bangun. Hingga ada sebuah cahaya penerang. Hingga ada pergerakan kecil. Arin menggeliat mengerjap-erjap. Gadis kecil menggeliat saat netra cahaya masuk. "Udah pagi," ucapnya dengan suara serak.
Gadis kecil itu bangkit dan bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Setelah itu bergegas turun.
"Udah bangun?" Tanya Ayah Wijaya pada putri sulungnya
Arin mengangguk lalu duduk dan menuangkan air putih ke dalam gelas. "Jadi ikut papa?" Tanya Wijaya lagi
"Iya, Arin ikut," jawabnya mantap
Ketiganya makan dengan khidmat. Hanya suara dentingan sendok yang bergema di ruangan. Beberapa menit kemudian Arin dan Papa Wijaya telah selesai. Keduanya tengah bersiap untuk pergi jalan-jalan sesuai janji sang Ayah.
Keduanya memasuki mobil sedan berwarna hitam. Wijaya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hingga sampai di sebuah warung kecil. Di tempat pangkalan mobil.
Arin bergegas turun dan berlari menuju sebuah warung kecil hanya untuk membeli cemilan. Wijaya sampai terkekeh dan menggeleng heran menatap anaknya.
"Hai Bang, Gimana muatan lancar?" Tanya salah satu rekan sopir dari mereka
Wijaya mengangguk lalu duduk tepat di sebelah lelaki seperempat abad itu. "Ya, lancar. Aman damai sentosa,"