SKY

Asrina Lestari
Chapter #2

Kehidupan Baru

14 Tahun Kemudian

Gadis jangkung tersebut tengah berkutat dengan buku novel yang ia bacanya sejak tadi. Tepat jam istirahat selesai gadis jangkung itu masih tak beranjak di tempatnya. Asik dengan dunianya sendiri. Keempat temannya yang baru saja masuk mendengus sebal padanya. Keempat gadis dengan berbeda sifat datang menghampirinya.

"Astaghfirullah, Abin. Gak capek apa baca buku Mulu," ucap Rara menggeleng heran

Abin menutup bukunya lalu menatap satu persatu temannya. "Gak," jawabnya singkat

"Kita tungguin kamu di kantin. Tapi gak Dateng," keluh Riana selalu mengajak Abin namun gadis jangkung itu selalu menolaknya.

"Lebih nyaman disini," jawabnya dingin. Ada helaan nafas berat pada Riana. Arin, gadis dingin yang jarang sekali menampakkan dirinya. Gadis jangkung itu selalu saja berada di tempat yang sepi. Lebih suka menyendiri dari pada berbaur seperti anak lainnya. Riana yang selalu berusaha untuk dekat dengannya. Namun gadis jangkung itu enggan menanggapinya. Jawaban selalu singkat. Dingin sekali.

"Abin, boleh kita bicara sebentar. Tapi berdua saja," pintanya

Riana memberi kode pada ketiga temannya. Arin mengangguk lalu beranjak keduanya berada di taman belakang sekolah. Keduanya duduk diam. Abin hanya menatap kedepan sedangkan Riana hanya menghela nafas panjang.

"Kami ingin berteman sama kamu," ucapnya

"Lalu,"

"Aku gak tau kenapa kamu lebih suka berdiam diri di kelas. Kamu boleh gabung sama kami. Meski hanya kita berlima cewek yang ada di kelas jurusan ini." Jelas Riana berusaha agar Abin tidak selalu sendiri.

"Aku pikir dulu," jawabnya dingin

Riana, Gadis berambut panjang terurai yang sangat humble. Gadis berwajah bulat pipi gembul dengan poni rata mirip gadis jepang itu. Gadis kalem dengan kelembutan jika berbicara. Bisa di kategorikan salah satu mostwanted di kalangan para senior yang memujanya.

Riana menghela nafas panjang setelah mendapatkan jawaban dari gadis dingin itu. Riana menatap heran. Mengapa Arin enggan berteman. Seingat Riana, gadis dingin itu selalu bersama anak ketua osis. Yang sekarang menjadi incaran para senior maupun juniornya. Ahh, entahlah. Gadis mungil yang selalu bersamanya pulang bahkan pergi sekolah.

Suasana sekolah sangat ramai di padati di lapangan outdoor basket. Banyak gadis yang sedang bersorak ria menatap lelaki yang sedang sparing bersama teman-temannya.

Lelaki dengan gaya tengilnya memamerkan pesonanya pada siswi-siswi yang meneriakinya. "Makin keren aja lu. Mainnya," ucap Rama pada Andra.

"Ohh jelas dong. Aku gitu Lo," balasnya kelewat percaya diri

"Dih, sombong banget. Lawan dulu Abin baru aku percaya." Celetuk Ramon

Andra menoleh menatap Ramon, lelaki tengil itu menaikkan alisnya heran. "Abin, si Kutub es?" Tanyanya

"Yoi,"

"Aku baru tau Abin jago main basket, kemarin kalau gak salah lihat dia. Di kompleks perumahan. Cewek itu sedang main bahkan sparing sama anak kompleks sana. Dan gila beh. Keren banget mainnya." Ucap Ramon menjelaskan yang ia ketahui tentang gadis kutub tersebut.

Andra semakin penasaran tentang siapa Abin. Lelaki tengil itu akan mencari tau tentang gadis yang menjadi perbincangan saat bersama teman-temannya.

Suasana kelas membuat Abin tidak berkonsentrasi untuk menggambar. Ada yang bernyanyi sambil main gitar. Ada sibuk mengobrol sama teman bangku lainnya. Gadis dingin itu mengambil earphone lalu memasangnya di kedua telinganya.

Dan kembali melanjutkan gambarnya pada sketbooth. Riana yang sedari tadi memperhatikan Arin hanya bisa menghela nafas pelannya. Harus dengan cara apalagi agar gadis itu ingin berbaur pada teman-teman kelas lainnya.

Gadis dingin itu hanya akan berbaur dengan teman lainnya jika ada tugas kelompok saja. Arin juga jarang mengikuti olahraga.

Bell sekolah berdering menandakan istirahat pertama. Gadis itu beranjak keluar. Sepanjang koridor ia hanya memasang wajah datarnya. Arin melangkahkan kakinya menuju kantin. Memesan makanan dan mengambil tempat pojok seperti biasanya. Tempat sunyi. Seorang penjaga kantin memberikan makanan pesanananya lalu.

"Udah pas?," tanyanya

Pelayan penjaga kantin itu mengangguk lalu Abin memakan makanannya. Hingga datang seseorang namun Arin tetap mengacuhkannya.

"Hai, kok kamu sendiri?" Tanyanya

Lihat selengkapnya