Sejak kejadian dua hari lalu Andra terus berada di dekat Arin. Dirinya masih merasa bersalah, ia tak tau trauma apa yang Arin alami kemarin sehingga gadis itu masih terdiam dengan tatapan kosongnya. Dua hari pula Arin sudah berada di rumah. Bunda Emma melarang Arin untuk sekolah dulu. Arin terus mengurung diri. Tidak ingin keluar kamar sama sekali.
Andra yang baru saja menuruni tangga menuju ruang makan. Disana para sepupunya Arintelah berkumpul di duduk di tempat masing-masing. Sudah menjadi rutinitas makan malam bersama. Andra mengambil tempat duduk tepat di samping Meisha.
"Gimana Arin?," tanya Leo
"Seperti biasa Bang, Gak mau keluar kamar." Jawab Andra
"Sepertinya masa lalu itu kembali menghantui Arin. Dan bayang-bayang itu akan membuat Arin sulit menghadapinya," ucap Bunda Emma seketika.
Semuanya terdiam mendengar, Ada helaan napas berat terdengar. Arin begitu hebat menutup lukanya. Ia begitu pintar menyembunyikan apa yang ia rasakan. Sehingga tidak ada yang mengetahuinya sama sekali. Bunda Emma mulai menceritakan masa lalu kelam membuat Arin menjadi sosok yang dingin.
"Dulu itu Arin di kenal sosok yang hangat, Humble, dan ceria." Mulainya bercerita, "Tapi semenjak kejadian itu-"
Flashback
Gadis kecil penuh ceria sedang bermain dengan teman sebayanya. Banyak anak-anak berlari kesana kemari bersenandung ceria. Gadis itu baru saja pulang dari sekolah. Ya, berjalan kaki menuju sekolah. Senyum mengembang. Hingga ada segerombolan anak sebayanya datang menghadang dirinya. Ia menghela napas berat.
Sudah beberapa kali ia mendapatkan perundungan dari anak kompleks yang terkenal anak kenalannya. Wajah tengil anak perempuan itu tampakkan keduanya berhadapan seperti musuh. Anak perempuan itu memegang kera baju Arin kecil. Lalu ia menghempaskan di lantai. Ia tertawa seakan anak perempuan itu paling berkuasa.
Arin kecil pulang dengan baju yang berantakan. Semoga Bundanya tidak melihat dirinya. Sudah lama Arin menyembunyikan ini termasuk Bundanya. Baju yang lusuh wajah lebam. Sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Arin kecil setiap pulang sekolah.
Ia menghela nafas lega saat tidak ada siapapun di rumah itu artinya Bundanya sedang berada di toko. Arin kecil bergegas masuk dan menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya. Meski wajah lebam itu tidak terlalu terlihat lagi.
"Semoga Bunda tidak melihatnya," gumam Arin kecil saat melihat dirinya.
Entah apa salah Arin kecil kenapa begitu banyak yang membenci dirinya. Salahkah Arin kecil hanya untuk sekedar berteman saja. Arin kecil ingin merasakan hal itu. Apakah ia terlihat aneh di mata teman-teman sebayanya.
Saat ini Arin kecil sedang membereskan semua dus yang tidak terpakai di toko. Sedangkan Bundanya sedang mengecek barang masuk. Selebihnya ia di bantu oleh para karyawan yang bekerja di toko miliknya. Ini yang di lakukan Arin kecil setiap pulang sekolah, hingga seorang karyawan yang memerhatikan dirinya.
"Hmm, Dedek Arin kok mukanya lebam?" Tanya karyawan itu
Arin terdiam sesaat entah harus menjawab apa? Sejenak ia berpikir lalu menoleh menatap karyawan tersebut yang khawatir padanya.
"Gapapa Mba, Arin cuma kejedot tadi. Ga liat jadi begini." Jawab Arin kecil asal
Karyawan itu hanya terkekeh menggeleng kepalanya heran, "Ada ada aja, lain kali hati-hati ya," ucapnya. Arin kecil hanya mengangguk tersenyum tipis.
Meski sudah banyak luka memar di sekujur tubuh Arin kecil tetap saja gadis kecil itu menyembunyikan dengan memakai Hoodie seperti biasa jika ke toko. Banyak karyawan menatap khawatir pada jika setiap Arin masuk toilet mengecek badannya yang lebam dan mengompresnya.