Sleeping Beauty is Back

Lady Queen
Chapter #1

Princess in the Mountain

"Kembalilah," kata pria di depannya.

"Maaf?" Gadis itu mengerutkan kening.

"Kembalilah ke ibukota. Mau sampai kapan kau bermalas-malasan di puncak gunung?" Pria itu mengerut.

Artizia, gadis itu menelan ludah. Ini bukan pertama kalinya. Ia menerima tiga surat dalam satu minggu, kiriman barang berisi hal-hal tidak berguna seperti gelas rusak, bingkai tanpa gambar, serta kipas beludru yang warnanya telah berubah dari putih menjadi cokelat kehitaman.

Semua itu dilakukan oleh satu orang, yang tidak lain adalah pamannya. Brache I, begitu rakyat Hessenity memanggilnya. Ya, pamannya adalah kaisar. Dan Artizia, sang keponakan, tidak lain adalah putri kekaisaran ini.

"Saya tidak mau." Artizia menyahut pendek.

"Kenapa?" Brache merengut.

"Malas."

"Pantaskan tuan putri bicara begitu?" Brache mencibir.

"Saya sudah bukan putri sejak saya keluar dari istana tiga tahun lalu." Artizia menyeruput teh.

Brache mengeluh. Dia melambaikan tangan ke kesatria pengawal di belakangnya, yang langsung paham dan menyerahkan sebuah gulungan.

"Bukalah," kata Brache pada Artizia.

Artizia menurut.


HARIAN HESSENITY


Snowild turun ke desa, 8 penduduk tewas.


Artizia mengernyit. "Apa maksudnya ini?"

'Snowild' adalah fauna endemik Hessenity. Sebenarnya, Snowild adalah serigala dengan ukuran besar yang ganas. Snowild memiliki ketahanan tubuh lebih kuat dari serigala biasa, yang menjadikannya tidak mudah dibunuh. Snowild berhabitat di pegunungan Anturre, tapi jarang turun sampai ke desa terdekat, kecuali beberapa alasan tertentu, misalnya mereka kelaparan. Pada kasus tertentu, populasi snowild dikendalikan dengan pembasmian.

"Lalu, kenapa saya? Pasukan Bulan Biru sudah cukup untuk itu. Silakan turunkan perintah untuk para bangsawan agar ikut serta dalam pembasmian kali ini. Jika peran keluarga kaisar dibutuhkan, biarkan paman Razen turun serta. Jadikan keluarga duke Maganhar sebagai komandan pasukan. Ahli pedang terbaik kekaisaran itu akan mampu menanganinya. Perintahkan juga kepada para bangsawan untuk mengirimkan pasukannya. Itu cukup dengan amunisi yang memadai," saran Artizia. "Tidak perlu meminta seorang putri yang sudah mengasingkan diri dari urusan kekaisaran."

"Hauu" Seekor serigala besar berbulu putih muncul dari dalam rumah, tapi Kaisar tidak menyadarinya.

"Tidak selalu seperti itu. Artizia, peranmu dibutuhkan disini. Kamu tidak perlu memberiku nasihat soal bagaimana aku harus mengumpulkan pasukan. Cukup terima tugas ini, berangkat pembasmian, selesai. Kamu akan mendapat hadiah dariku. Semua anggota keluarga kekaisaran sudah memiliki tugasnya masing-masing, aku tidak bisa meminta pangeran Razen yang saat ini tidak berada di ibukota untuk memeriksa wilayah barat. Aku juga tidak bisa mengirim pangeran Abelard yang masih di bawah umur. Bukankah orang tuamu juga begitu? Aku yakin mereka tidak akan ragu jika itu menyangkut rakyatnya," ujar Brache.

Artizia berdecak. "Dan jika mereka masih hidup, mereka tidak akan memaksa saya mengambil tugas ini."

Artizia memang keras kepala. Tapi, kepala Kaisar lebih keras darinya.

"Tidak," kata Kaisar setelah meminta Artizia menuangkan teh kembali di cangkirnya. "Mendiang Edmund selalu mengajarkan padaku untuk memprioritaskan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi. Kenapa kamu menolak? Tidak buruk untuk menjadi pasukan pembasmian. Aku juga akan memberikan hadiah yang besar." Kaisar menyeruput teh.

"Tehnya sudah dingin," katanya tanpa jeda.

"Tidak mau saja," Artizia mengabaikan keluhan Kaisar.

"Kenapa tidak mau?" tanya Brache.

"Malas."

Wajah kaisar seolah ingin menelan Artizia hidup-hidup. "Artizia, aku perintahkan kau melaksanakan misi ini," titah Kaisar.

"Tidak mau," kata Artizia enteng.

"Kenapa?"

"Saya mau tidur saja."

Terdengar suara retakan dari gelas yang dipegang kaisar, tapi dia tahan karena dalam ruangan itu berisi lebih dari lima pengawal.

Lihat selengkapnya