Artizia berlari menuju ruangan Kaisar. Beberapa pelayan menyapanya, tapi Artizia tak punya waktu untuk itu. Ia ingin segera sampai ke ruangan Brache.
"Baginda, Putri Artizia meminta bertemu," kata prajurit mengumumkan.
"Masuk." Suara Kaisar dari dalam.
Kriet
"Ada apa? Apa kau ingin membantu pekerjaanku?" kekeh Kaisar. Seorang pria paruh baya yang berdiri di depan Brache membungkuk pada Artizia.
"Lain kali Baginda, ada yang ingin saya tanyakan." Derap langkah Artizia terdengar jelas.
Kaisar menghentikan bacaan dokumennya. Dia mendongak, "Apa?"
"Saya dengar Hessenity akan mengadakan negosiasi dengan Pavali. Itu benar?"
Alis Kaisar terangkat. "Ya, benar. Apa kau datang hanya untuk menanyakan itu?
"Iya," jawab Artizia lugas.
"Lalu?" Artizia bertanya lagi.
"Apanya?" Brache menautkan alis.
"Negosiasinya?"
"Haah," Kaisar memegang kepala, lelah. "Duduklah," dagunya menunjuk sofa yang disediakan di depan meja kerja. Artizia menurut.
"Aku tidak tahu dari siapa kau dengar itu, jadi singkat saja. Sekitar satu bulan lalu, terjadi perkelahian antara rakyat Minetra dengan suku Khan. Seperti yang kau tahu, kota Minetra berbatasan langsung dengan wilayah suku Khan, Damkar. Perkelahian itu disulut oleh dua pria yang memperebutkan wanita Khan. Awalnya hanya masalah asmara, tapi lama-kelamaan semua penduduk terlibat. Puncaknya hari itu, kedua pihak bentrok. Hampir dua puluh orang tewas dalam kejadian itu," papar Brache.
Artizia mendengarkan dengan teliti.
"Pemerintah daerah langsung turun tangan. Semua orang yang terlibat sekarang sudah diamankan di rumah Viscount Cloden. Tapi, pihak Khan tidak terima. Mereka menganggapnya sebagai bentuk rasisme penduduk Hessenity dan meminta ganti rugi. Kau mungkin sudah mendengarnya, mereka meminta sejumlah emas dan laut Atol sebagai kompensasi."
Laut Atol terletak di timur laut Hessenity. Itu adalah laut kecil yang berbatasan langsung dengan kerajaan Navaal. Meski tidak begitu luas, laut Atol memiliki sumber daya kelautan yang cukup besar. Komoditas mutiara Hessenity pun ditopang oleh wilayah itu.
Artizia berpikir keras. "Itu berarti, tujuan mereka..."
"...adalah memanfaatkan situasi ini untuk memeras Hessenity." Sambung Brache.
Artizia tersentak. "Itu tidak bisa dibiarkan!"
Brache mengangguk. "Tentu saja tidak. Karena itu kami berusaha sangat keras untuk negosiasi ini."
"Kapan rencananya?" tanya Artizia.
"Segera dalam bulan ini." Kaisar menyilangkan kaki. "Kenapa? Kau penasaran?"
"Iya." Artizia mengangguk cepat.
Kaisar bergumam. "Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau kau yang menjadi negosiator?"
"Eh?"
"Kalau kau memang mau, yah… apa Putri Artizia bisa melakukan?" Kaisar tersenyum miring. Ia tahu, Artizia tidak mungkin menerimanya.
Artizia berpikir sejenak. "Baiklah."
Kaisar terkejut. "Hah?"
"Paman bilang saya akan menjadi negosiator kan? Ya, saya mau," ujar Artizia tanpa basa-basi.
"Kau bercand–tidak, sungguh, akan melakukannya? Bernegosiasi dengan Pavali?”
"Iya." Artizia mengangguk mantap.
Count Fanaga yang saat itu berada di ruangan ikut kaget. Tapi dia hanya diam. Daripada ia hanya mengawasi situasi di seberang ruangan, karena urusannya dengan Brache belum selesai.
"Baiklah," putus Brache. "Kau akan menjadi wakil kaisar dalam negosiasi kali ini bersama Rupert Osteon, ikutlah rapat besok sore."
Artizia berseri. "Baik, Baginda!"
༶•┈┈୨❆୧┈┈•༶
Siang hari ini, Artizia bersiap dengan seragam yang dipilihkan untuknya, seragam formal kesatria yang akan dipakai menghadiri perkenalan kesatria pembasmian.
Artizia tampak cocok dengan kemeja berkerah dan mantel warna putih dan biru dengan ornamen perak. Pakaiannya senada dengan rambut putihnya yang lurus nan indah, juga mata hijau berkilau seperti batu zamrud. Elegan, namun tegas dan karismatik.
Di lapangan pelatihan kesatria, seluruh peserta pembasmian sudah hadir. Baginda Kaisar juga ada disana bersama putranya, pangeran Abelard. Pangeran Abelard masih berusia sepuluh tahun, sekitar sembilan tahun lebih muda dari Artizia. Rambutnya berwarna pirang dan matanya berwarna ungu gelap. Kesan pertama yang didapat dari Pangeran Abelard adalah dingin, tapi juga naif.
"Para kesatria Hessenity yang gagah berani," Kaisar memulai pidatonya. "Hari ini kita berkumpul untuk melaksanakan tugas mulia demi negara." Para kesatria mendengarkan pidato dengan serius.
"Sekarang, aku akan perkenalkan pada kalian pemimpin kalian."
"Komandan pasukan pembasmian, putri pertama kekaisaran Hessenity, kuperkenalkan Artizia Lilyca Hessenity!"
Artizia maju ke tengah mereka. "Saya Artizia Lilyca Hessenity, mohon bantuannya."
"Wakil komandan pasukan, Duke muda keluarga Duke Osteon, Rupert Aster Osteon!" lanjut Kaisar.
"Rupert Aster Osteon menerima perintah. Salam." Pemilik nama itu membungkuk sedikit. Rambut dan matanya yang merah gelap mengingatkan Artizia pada kakaknya, Ibu Suri Latina.
Pasukan pembasmian snowild “Api Biru” berdiri atas regu gabungan dari lima pasukan kesatria.
Pasukan Kesatria Bulan Biru, pasukan kesatria milik kekaisaran.
Pasukan Kesatria keluarga duke Osteon, pasukan kesatria duke Iosis, pasukan kesatria maquess Fedrick dan pasukan kesatria keluarga Duke Maganhar.
Total ada delapan puluh kesatria yang ikut serta. Dari total lima pasukan yang bergabung, setiap pasukan mengirimkan satu regu, yaitu sekitar 15 orang.
Pasukan Kesatria Maganhar, dipimpin oleh Duke Maganhar, Euric Maganhar. Ia adalah seorang kesatria hebat yang mampu mengambil alih pasukan kesatria keluarganya dengan kemampuannya sendiri, di usia 17 tahun. Ia menjadi duke menggantikan ayahnya, duke Maganhar yang wafat dua tahun yang lalu.
Pasukan kesatria keluarga Fedrick. Sebenarnya, keluarga Fedrick memiliki pengaruh yang lebih besar di bidang bisnis daripada militer. Meski begitu, pasukan kesatria keluarga Fedrick tidak dapat diremehkan. Pasukan inilah yang mampu memenangkan kompetisi kesatria Hessenity tahun lalu. Regu kesatria keluarga Fedrick dipimpin oleh putri keluarga Fedrick, Isadora Fedrick. Isadora adalah lady dari keluarga marquess yang populer di pergaulan kelas atas. Ia mengejutkan pergaulan kelas atas dengan memutuskan bergabung di misi ini.
Sementara itu, pasukan duke Iosis dipimpin oleh duke muda Falwin Iosis, dan pasukan duke Osteon dipimpin oleh Rupert Osteon.
Setelah berkenalan, dan berdiskusi tentang rencana keberangkatan, Artizia pulang.