Langit Tokyo cerah pagi itu, seperti menyambut awal baru dalam hidupku. Aku berdiri di depan papan pengumuman Universitas Tokyo bersama tiga orang yang begitu berarti dalam hidupku: Alya, Yuki, dan Nonoa. Nama kami tertera jelas di daftar mahasiswa baru jurusan Ilmu Komputer. Rasanya masih sulit dipercaya.
Nonoa tampak gelisah, matanya menatap layar ponsel lalu kembali ke papan nama.
“Kita udah kuliah aja ya... Gila cepet banget waktu berlalu,” gumamnya dengan nada panik.
Yuki menanggapi dengan senyum santai khasnya, “Tenang, kita bareng-bareng kok. Gak seseram itu.”
Aku mengangguk pelan, mencoba membuang sisa gugup yang menggantung di dada. Namun sebelum aku bisa bicara, suara lembut Alya masuk ke telingaku.
“Asal jangan telat, Masachika.”
Aku menoleh cepat. “Kamu nyindir aku ya…?”
Dia tidak menjawab, hanya mengangkat bahu dengan wajah polos, seperti biasa. Tapi aku tahu maksudnya.
---
Ruang kelas pertama kami dipenuhi bangku panjang dan papan tulis digital yang mencolok. Kami duduk berdampingan, mencari posisi yang cukup strategis untuk mendengar tapi tidak terlalu depan. Beberapa mahasiswa lain tampak mencuri pandang ke arah Alya, dan aku bisa mengerti alasannya. Aura dingin dan tenangnya memang menarik perhatian.
Aku mendengar bisikan pelan dari dua mahasiswa di belakang.
“Siapa tuh? Orang asing ya?”
“Cantik banget…”
Aku mendengus pelan. Bukan karena cemburu. Hanya… aku tidak suka tatapan itu.
Dosen pertama masuk. Suaranya mantap dan penuh percaya diri. Materinya... yah, bisa dibilang cukup mengagetkan. Sintaks C++, algoritma greedy, dan data mining? Otakku seperti langsung bekerja lembur.