Pagi menyapa pelan di rumah keluarga Kujou-Suou. Langit bersih tanpa awan, cahaya matahari baru saja mengintip dari balik tirai jendela. Di meja makan, seorang pemuda dengan rambut sedikit berantakan duduk sambil menguap lebar. Itulah aku—Masachika Suou—masih setengah sadar, menatap sepiring roti panggang yang entah kenapa terasa seperti teka-teki sulit pagi ini.
Masha, kakak Alya yang sejak beberapa bulan terakhir tinggal bersama kami, menyajikan sarapan dengan wajah tenang dan suara lembut.
> “Sarapan dulu. Jangan kebiasaan cuma minum kopi ya, Chika.”
Aku hanya mengangguk pelan, terlalu malas menjawab. Suasana damai itu langsung pecah oleh suara lantang dari adikku, Yuki, yang muncul dari lorong dapur dengan ekspresi tak terima.
“Hah? Kenapa dia dapet telur ceplok dua dan aku cuma satu?! Kak Masha pilih kasih banget!”
Masha tersenyum sabar sambil menanggapi, “Karena Masachika butuh energi buat… menangani Alya nanti.”