Hari yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba—festival olahraga tahunan sekolah. Langit cerah tanpa awan, dan lapangan penuh bendera warna-warni serta suara sorakan yang membahana sejak pagi. Suasana begitu meriah, semangat kompetisi terasa di udara.
Lomba Estafet
Kelas kami, 11B, turun dalam lomba estafet lima orang. Aku hanya penonton kali ini, tapi degup jantungku tak kalah kencang.
Nekozaki membuka lomba dengan penuh semangat. Dia memang atletis, dan langsung menciptakan jarak dari pelari lain. Begitu tongkat berpindah ke tangan Izumi, aku sempat menahan napas—dia tersandung sedikit di awal. Tapi bocah ceroboh itu berhasil bangkit dan mempertahankan posisi.
Giliran Hachimitsu... awalnya aku kira dia akan jalan santai seperti biasanya. Tapi ternyata dia menyimpan tenaga, dan di 20 meter terakhir, dia melesat seolah malasnya menguap entah ke mana. Semua yang menonton berteriak kaget.
Shikimori tampil seperti biasa—tegas, fokus, dan cepat. Dia menyalip dua pelari sekaligus dengan langkah mantap. Sorakan makin kencang. Dan terakhir, Inuzuka. Begitu menerima tongkat, dia langsung melaju seperti roket. Dengan semangat membara dan kecepatan luar biasa, dia menyentuh garis akhir lebih dulu. Kami menang.
Kelas 11B bersorak. Aku ikut berdiri dan menepuk tangan. Rasanya hangat melihat mereka tersenyum seperti itu.
Pertandingan Sepak Bola
Aku ikut bertanding di pertandingan sepak bola antar kelas. Satu tim dengan Izumi dan Inuzuka, lawan kami adalah para senior—Issei dan Kiba dari circle-nya Kamiya.
Pertandingan berlangsung panas. Izumi berhasil mencetak satu gol lewat umpan dari Inuzuka. Aku menyusul dengan dua gol, salah satunya dari tendangan jarak jauh. Tapi senior bukan lawan sembarangan. Kiba sangat kuat di lini belakang, dan Issei... ya, dia mencetak hattrick.
Akhirnya kami kalah tipis, 5-4. Begitu peluit terakhir berbunyi, aku duduk di lapangan, terengah. Langit terlihat lebih tinggi dari biasanya.
"Akan kita balas, lain kali!" teriak Inuzuka sambil mengepalkan tangan ke udara. Aku tertawa kecil. Izumi hanya tersenyum pahit, menyeka keringatnya.
Pertandingan Voli Cewek
Aku menonton dari pinggir lapangan saat Shikimori, Nekozaki, dan Alya turun melawan tim senior dari klub voli yang dipimpin Kamiya.
Saling serang terjadi di setiap poin. Spike balasan, blok kuat—permainan mereka intens. Alya terlihat kalem seperti biasa, tapi aku bisa lihat matanya penuh konsentrasi.
Saat skor 24-23, aku menahan napas. Alya melompat tinggi, tubuhnya tampak melayang sejenak sebelum tangannya menghantam bola ke sudut yang sulit dijangkau. Bola menyentuh tanah. Poin kemenangan.
Dia menoleh ke arah kami, tersenyum kecil. Itu cukup membuat beberapa penonton di sekitarku terdiam. Senyum Alya memang jarang... dan berbahaya.
Tenis Meja
Pertandingan individu juga menarik.