Slipped Away

Dominique and Aurel
Chapter #6

Slipped Away #5: Makeover

Kau yakin mau pergi ke Via Condotti? Tanya London dengan nada khawatir. Lucian hanya memutar bola matanya dengan bosan. Ini adalah kali kesepuluh London menanyakan pertanyaan yang sama di dalam pikirannya. Untungnya, kali ini Lucian seorang diri di dalam mobil, sehingga ia dapat menjawab dengan verbal.

“Yakin,” jawab Lucian sambil terus menyetir mobil ibu London. “Tas sekolahmu itu sudah hampir hancur. Nanti kita harus mampir ke Francesco Rogani. Tas-tasnya sangat berkualitas.” Sebelum London dapat menyanggah lagi, Lucian mendecik. “Ayolah. Meskipun ini tubuhmu, akulah yang memegang kemudi. Kau harus lebih menyayangi dirimu sendiri.”

Bukan itu masalahnya, Lucian, desah London. Uangku tidak banyak. Aku sedang menabung untuk membantu orang tuaku membiayai uang kuliah Liliana.

Lucian terdiam sejenak bersamaan dengan nyala lampu merah dihadapannya. Seumur hidupnya ini, ia tidak pernah sekalipun mengkhawatirkan uang. Orang tuanya berasal dari keluarga kaya dan ia sudah terbiasa hidup mewah. Pakaiannya selalu dari merk ternama, barang-barangnya berkualitas dan berharga mahal. Kehidupannya berbeda 180 derajat dengan London yang selalu memikirkan bagaimana cara mengumpulkan uang untuk makan di hari esok. Lucian bersekolah di universitas prestis karena orang tuanya sanggup membayar uang sekolah, sedangkan London berjuang mati-matian demi mendapatkan beasiswa.

“Maafkan aku,” ujar Lucian dengan pelan, “aku tidak pernah mengetahui keadaanmu. Aku selalu menganggap bahwa keluargamu berkecukupan karena keluarga Idalia juga begitu.” 

Ini bukan salahmu, bisik London. Keluarga Idalia memang cukup sukses. Hanya saja, keluargaku… 

“Sudah, jangan memikirkan hal sedih ini lagi.” Tukas Lucian sambil menekan pedal gas. “Kita tetap akan berbelanja, lagipula tidak menggunakan uangmu. Jangan khawatir. Mulai sekarang, aku akan membantumu.”

London hanya bisa terdiam pasrah di dalam tempurung tubuhnya sendiri. Tidak ada gunanya berdebat dengan Lucian. Sebenarnya, ia sedikit tertarik dengan Via Condotti, namun ia tidak pernah berani menginjakkan kaki ke sana. Tempat itu dipenuhi oleh turis, dan ia tidak sanggup membeli barang-barang yang dijual di sana. Harga ikat pinggang yang biasa dipakai Lucian sejumlah dengan dua bulan gaji ayah dan ibu London.

Akhirnya, mereka sampai di depan sebuah rumah yang lebih mirip dengan istana. Rumah ini setidaknya sepuluh kali lebih besar daripada rumah London dan berada sedikit lebih jauh dari pusat kota yang ramai. London dapat melihat taman yang indah di belakang pagar yang tinggi. Ia turun dari mobil dan merapikan pakaiannya dengan sedikit malu. Pakaiannya sama sekali tidak pantas untuk memasuki rumah semegah ini.

Salah seorang penjaga menghampiri mobil London. “Apakah Anda mencari seseorang?” Tanya penjaga itu.

“Saya adalah London Candreva, teman Lucian Regio. Saya kesini untuk mencari Signora Regio.” Jawab London dengan setengah hati, karena ialah Lucian yang dimaksud. 

Mendengar nama lelaki itu, sang penjaga tampak sedikit murung. “Baiklah. Silahkan masuk, Signor Candreva.”

Saat kedua pintu terbuka, hal pertama yang dilihat London adalah chandelier yang menerangi ruangan. Rasa rindu memenuhi dada London. Sepertinya baru kemarin ia bersantai di ruang tamu bersama orang tuanya.

“Apakah Anda teman Lucian?” Suara Signora Regio membuyarkan lamunan London, dan tanpa ia rasa, pelupuk matanya telah basah. “Ma—”

Tidak. Ingat, Lucian. Kau ada di dalam tubuhku. Ia tidak mengenalmu. Jiwa London mengingatkan hati Lucian yang hampir lupa akan keadaan. Ia meneguk ludah dan berkata dengan sedikit terbata-bata, “Signora Regio, saya London Candreva, teman Lucian.”

“Apa yang membawamu ke sini?” Tanya Signora Regio dengan lembut. “Sepertinya saya mengingat namamu… kau adalah teman baik Idalia, kan?” 

“Ya, Signora.” London mengangguk. “Sebenarnya saya datang untuk… meminjam ponsel Lucian.”

Wajah Signora Regio mengkerut heran saat ia mendengar permintaan aneh itu. “Kenapa?” 

Sekali lagi, London meneguk ludah. “Be—begini, Signora Regio, Lucian pernah memasukkan beberapa hal mengenai Idalia di dalam ponsel itu. Salah satunya adalah pesanan kalung untuk merayakan keberhasilannya diterima di universitas impian. Saya melihat Idalia sedikit murung belakangan ini, sehingga saya ingin memberikan kalung itu kepada Idalia.”

Lihat selengkapnya