Dringgg...dringgg...dringgg
Alarm yang menggema dikamar besar Lady membuat Lady terbangun dari tidurnya.
"Hoamm.." ia menguap. Merubah posisi menjadi duduk, menyingkirkan selimutnya, memakai sandal, dan dia pergi ke kamar mandi untuk sekedar memulai ritual mandi paginya.
Setelah selesai bersiap, Lady keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Disana Mama, Papa, dan kakaknya yang paling ia benci sedang makan-makan bersama.
Lady duduk sebelah Lusi. Dia membalikkan piringnya, mengambil satu potong roti, dan melahap roti itu.
"Lusi, kamu tambah lagi rotinya!" ujar Mama setelah melihat sang anak tersayang telah menghabiskan makanannya.
"Nggak ah Mah, udah kenyang." sahutnya. Ia langsung menyandarkan tubuhnya di kursi.
Lady tersenyum miring dan menggelang-gelengkan kepala, lalu melahap rotinya dengan sangat cepat.
"Mah, hari ini Lusi berangkat bareng Lady ya?" pinta Lusi.
"Uhukk..uhukk.." Lady tersedak saat Lusi meminta berangkat bersama ke sekolah dengan Lady. Ya, mereka memang satu sekolah cuman dia tidak lebih terkenal dibandingkan Lady. Percaya atau tidak, yang tau Lusi di sekolah hanya teman sekelasnya saja, beda dengan Lady. Semua murid di sana tidak ada yang tidak tau siapa itu Lady, kecuali murid baru. Lady dan Lusi juga beda kelas, Lady XII-IPA 1 dan Lusi XII-IPA 2.
"Tumben lo mau bareng sama gue,"
"Hari ini, Pak Akbar gak masuk." jawabnya.
Lady mengangkat satu alisnya dan menghentikan kunyahannya. Dia menatap tajam pada Lusi. "Lo pikir gue ini supir pengganti lo!!" ujar Lady. Lalu ia pun berdiri dan pergi meninggalkan ruang makan.
"Mah, cegah Lady!" pinta Lusi dengan nada merenges.
"Lady!!" panggil Mama, dan itu membuat langkahnya terhenti. Lady berbalik dengan wajah malas.
"Dia itu kakak kamu, hormati dia sebagai kakak kamu!, kalo dia ingin berangkat bareng sama kamu, ya turuti. Dia lebih tua dari kamu!!" nasihat panjang Mama, membuat mood Lady jadi hancur.
"Mah, Lady itu adiknya Lusi!, bukan babu nya Lusi, yang seenaknya harus gantiin Pak Akbar nyupirin Lusi," sekarang unek-unek Lady sudah keluar.
"Dimana-mana, kakak jagain adiknya. Ini, kakak yang harus dilayani oleh adiknya sendiri." lanjutnya.
Lady berjalan menghampiri Lusi, lalu jarinya menunjuk pada wajah Lusi. "Kalo lo mau terkenal di sekolah, lo berkarya sendiri!, jangan cuma numpang ten-"
Plak
Ucapan Lady terhenti karna tiba-tiba Mama menamparnya. Lady memegang pipinya yang terasa panas, karna tamparan Mama. Beruntung dia sudah biasa ditampar seperti itu.
"Beraninya kamu bicara seperti itu sama anak saya!! Dasar anak tidak tau diri, anak tidak sa-" perkataannya dipotong Papa.
"Sudah cukup!!" kini Papa angkat bicara, hampir saja Mama mengatakan apa yang tidak ingin Papa dengar. Atau pun tidak boleh di dengar Lady dengan cara seperti ini.
"Lusi, biar Papa yang antar kamu. Cepat sekarang siap-siap, Papa tunggu diluar." Papa pun pergi keluar dengan tangan yang membawa tas kantornya.
Lady ikut menyusul keluar. Ia berjalan mendekat pada Papa yang sedang menyenderkan tubuhnya di mobil.
"Pah!, Lady itu anak siapa sih?" tanya Lady.
Papa membulatkan kedua bola matanya. "Ma-maksud kamu apa?"
"Kalo memang tidak akan ada yang sayang sama Lady, ngapain Lady dilahirkan di dunia ini?, Lady capek Pah, tiap Lady ingin berangkat sekolah, pipi Lady selalu ditampar sama Mama. Sedangkan Lusi, saat berangkat sekolah dia dapat ciuman di pipinya," ucapan Lady membuat Papa terdiam seribu bahasa.
"Papa juga, gak pernah nunjukkin rasa sayang ke Lady. Tiap Papa bicara sama Lady, yang sering Papa ucapkan hanya maaf, maaf, dan maaf. Lady capek denger semua itu Pah, hiks!" seperti biasa Lady hanya terisak, tapi air matanya tidak keluar. Entahlah dia tidak pernah menangis, namun sering terisak.
"Papa, Mama, dan Lusi punya marga Dirgantara. Tapi Lady?, Xen Franciska!!, dari mana nama itu Pah?."
"Maafkan Papa!" lagi-lagi itulah yang dikatakan Papa.
Lady tersenyum miring, lalu ia memilih pergi masuk ke dalam mobilnya. Setelah dikeluarkan dari garasi, Lady langsung menancap gasnya dan melaju kencang.
"Maafkan Papa, Lady!!, maafkan Papa!" ucap Papa sambil melihat mobil Lady yang sudah sangat jauh dari matanya.
*****
Lady masuk kedalam kelas dengan wajah kesal, bahkan dia mendudukkan bokongnya dengan kasar, dan itu membuat Lady merenges kesakitan.
"Hhsstt, aww.." rengesnya.
Zara yang sudah terbiasa dengan wajah kesal yang seperti ini diwajah Lady, langsung mengajukan pertanyaan seperti biasa yaitu, "Kiri, Kanan?"
Lady menghela napas dan mendelik kesal. "Kanan." jawab Lady.
Zara melihat pipi kanan Lady, dan itu benar pipi nya sedikit merah. "Pipi kamu keliatan merahnya!" ujarnya memberitahu.
"Beneran?" Lady segera mengeluarkan cermin beserta alat make up nya, yang sering ia bawa. "Huffttt.." ia menghela nafas setelah melihat pipinya yang memang sudah berwarna pink disana.
"Yaampun, itu blas on nya tebel banget!!" timbal Farel, dan kembali duduk di sebelah Lady.
Lady dan Zara saling tatap. "Bukan urusan lo!" sahut Lady. Dia pun segera membedaki pipinya, hingga bekas tamparan tidak terlihat lagi. Dan ketahuilah, kulit Lady sudah putih jadi kalo pake bedak lagi, kulitnya gak akan beda warna. Alias Belang, muka putih leher item, itu bukan Lady ya.