Pertemuannya dengan pria itu di kantin benar-benar keren. Awalnya Hana tidak berani banyak bicara seperti yang ia lakukan pada Arta. Sekarang, pria ini sudah termasuk kedalam list temannya. Walaupun bukan yang pertama setidaknya pria itu tidak secerewet Arta dan pria itu terlihat lebih tampan dari Arta.
"Hmm... Akan kutebak. Pasti kamu sangat menyukai bunga kan, setelah mengetahui namamu. Entahlah, aku sangat yakin kalau kamu menyukai semacam bunga camellia, daffodil dan masih banyak." Entahlah, Hana hanya bisa menahan senyumannya agar tidak terlalu membuat pria yang ada di depannya ini mengatakan bahwa Hana sangat jelek pada saat tersenyum.
"Dan kamu tahu? Nama Hana dan Haru itu sangat cocok tau. Mungkin, kita akan menjadi pasangan yang serasi." Hana langsung tersedak jus jeruknya, untung saja jus itu tidak menyembur ke wajah pria yang bernama Haru itu. Tunggu, apa katanya? Pasangan serasi? Heoll... Siapa yang sangat percaya diri sekali di sini.
Haru menaikan alis sebelah kanannya dan menatap Hana bingung. "Ada apa denganmu? Apa aku salah bicara?" Tanya Haru yang sedikit merasa bersalah atas ucapannya tadi sehingga membuat Hana tersedak minumannya. Hana mengelus lehernya dan kembali menatap Haru yang khawatir.
Hana membenarkan kaca mata bulatnya. "Aku hanya terlalu terburu-buru saat minum makanya jadi tersedak. Kurasa jam istirahat sebentar lagi habis." Hana menyeruput jus jeruknya lagi hingga habis yang membuat kedua pipinya kempis. Haru yang melihat itu hanya tersenyum dan mengusak puncak rambut Hana.
"Mari, aku antar kamu kembali ke kelas." Setelah menghabiskan jus itu Hana mengangguk dan berjalan bersama Haru menuju kelasnya.
"By the way, apa kamu punya nomer telepon? Atau id line? Agar aku bisa menghubungimu." Ucap Haru menghilangkan keheningan diantara mereka. Hana sedikit menimang-nimang apa ia harus memberikannya atau tidak. Pasalnya, ia dengan Haru baru saja berkenalan saat di kantin dan sekarang ia sudah meminta nomor telepon Hana.
Hana mengeluarkan ponselnya di saku rok, "ini nomor teleponku." Hana berhenti sebentar lalu menyerahkan ponselnya pada Haru sedangkan Haru bersiap untuk menahan gejolak rasa senangnya karena sudah berani memulai sesuatu pada Hana.
Dengan ketikan jari yang lincah, Haru mengetik nomor Hana lalu mendial nomor itu dann memang benar, itu nomor asli Hana. Kalian pasti tau bagaimana senangnya mendapatkan nomor telepon dari gadis yang cantik seperti Hana. Haru senang bukan main.
Setelah sesi menukar nomor telepon mereka kembali berjalan menuju kelas Hana, "jadi kelas kamu di sini?" Hana menanggapi itu dengan mengangguk, saat Hana ingin masuk tangan gadis itu ditahan oleh Haru.
"Belajar yang rajin ya," ucapnya seraya mengusak puncak rambut Hana dengan lembut kemudian Haru pergi menjauh dari kelas Hana. Kaki gadis itu seketika enggan untuk berpindah dan melirik sekilas kepergian Haru yang menampilkan punggung kokohnya dari belakang.
"Terlihat dari belakang saja sudah terlihat gagah dan wajahnya sangat tampan." Hana tidak henti melihat punggung kokoh Haru yang sudah tidak dapat ia lihat karena Haru sudah memasuki kelasnya yang berada di atas. Fyi, Haru itu kakak kelas Hana yang beda satu tahun diatas Hana. Jadi, letak kelasnya di atas dan kelas paling atas adalah kelas 12.
Hana tidak menyadari bahwa di belakangnya sedang melihat kemana arah pandang Hana, "apa yang kamu lihat?" Menyadari terdengar suara yang amat familiar, Hana menghadap ke belakang tepat berpaspasan dengan leher Arta. Menyebalkan, mengapa ia begitu pendek jika bersebelahan dengan Arta. Jika bersama dengan Haru, setidaknya Hana sebatas hidungnya walaupun Hana tetap kalah tinggi dengan mereka berdua.
Arta dengan senyum sumringahnya menatap ke arah Hana, "dari mana saja kamu?" Tanya Arta dengan nada menginterogasi, Hana hanya terdiam dengan kaki yang berjalan menuju tempat duduknya. Mau tak mau, Arta mengikuti Hana untuk kembali ke tempat mereka.
"Seharusnya aku yang bertanya, kemana saja kamu? Aku kebingungan saat kamu tidak ada." Sepertinya Arta melupakan Hana saat ia selesai dari toilet. Arta mencoba mengingat setelah ke toilet ia pergi ke mana.
"Araseoo, maaf. Sehabis ke toilet aku langsung ke perpustakaan dan ketiduran di sana." Arta tersenyum pada Hana dan itu membuat Hana jengkel karena setiap waktu harus melihat dia tersenyum seperti itu.
"Jangan tersenyum seperti itu, kamu membuatku takut." Justru yang dilakukan Arta adalah mencondongkan wajahnya dan tersenyum pada Hana lebih dekat. Tangan Hana langsung menahan wajah Arta yang berusaha mendekat. Hal itu membuat Arta tertawa puas kemudian menjauhkan wajahnya pada Hana yang ketakutan.
"Apa-apaan ini, aku tidak semenyeramkan itu saat tersenyum. Lihatlah, pasti kamu sangat suka dengan senyumanku itu."
"Terserah, aku tidak akan pernah menyukaimu."
"Lihat saja, siapa yang akan jatuh pada pesona Arta nantinya."
"Percaya diri sekali kamu itu."
"Aku akan tebak, suatu saat nanti kamu juga termasuk salah satu wanita yang jatuh dalam pesona seorang Arta, si pangeran kelas di sini." Hana enggan meladeni celotehan Arta yang melebih-lebihkan tentang dirinya itu. Menurut Hana, pria itu tampan tapi tampannya hanya biasa saja. Tidak ada yang membuat Hana menarik pada pria itu.