"Maaf, Jisya." ucap pria itu dengan bibir yang gemetar. Matanya yang sendu terus menatap wanita yang sedang menangis di hadapannya itu.
Jisya hanya bisa meneteskan air mata dan kaku di tempat. Dia hanya memandangi tubuh pria itu yang berlumur darah. Mobil ambulans tak kunjung sampai, Jisya semakin takut kehilangan pria yang di cintainya itu. Dia memegang erat tangan pria itu, berusaha memberi kekuatan agar pria itu bertahan. Namun tangan yang digenggamnya itu semakin dingin dan melemah.
Perlahan pria itu menutup kedua matanya dan menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. "Hey, I'm begging you. Don't joke like this. Open your eyes! please!" teriak Jisya. Jisya mengguncangkan perlahan tubuh pria itu sambil terus memanggil namanya. "Tolong, buka matamu." Jisya tak berhenti memohon ada keajaiban untuk menyelamatkan pria itu.
"Hentikan, Jisya." Jennie memeluk tubuh adiknya tersebut. Bagas mengecek denyut nadi pria itu kemudian menghembuskan nafas kasar. Dia menggelengkan kepalanya pelan sambil menatap istrinya. Jennie yang mengerti maksud Bagas, semakin erat memeluk Jisya untuk menenangkannya.
Hari itu merupakan hari terburuk bagi Jisya. Dia tidak mau makan maupun tidur. Dia hanya terus-menerus bengong menatap dinding tanpa bergeming sedikitpun. Ibu Jisya semakin khawatir dengan keadaan putri bungsunya itu.
"Ma, aku mau bicara sebentar." ucap Jennie diikuti anggukan dari sang ibu.
Seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga. Hening. Semua wajah tampak bingung dan syok akibat kejadian hari ini.
"Kita harus menunda pernikahannya." ucap Jennie memecah keheningan. Sebagian anggota keluarga sudah menduganya, namun beberapa diantaranya tidak setuju dengan saran Jennie tersebut.
"Undangan udah dibagikan semua, gimana caranya kita jelasin ke tiap orang, Jen?" ucap Tante Mira, termasuk salah satu yang tidak setuju. Banyak yang mendukung ucapan Tante Mira tersebut, namun Jennie tetap kekeh meminta pernikahan adiknya yang sedang berduka itu ditunda.
"Iya, sayang. Kalau acaranya ditunda, banyak persiapan yang akan berantakan. Keluarga kita juga bisa kena gosip yang enggak enggak." jelas Bagas. Jennie menghela nafas panjang, dia tidak berhenti khawatir tentang kebahagiaan Jisya.
"Pernikahannya masih satu bulan lagi. Mama yakin, saat itu Jisya udah baik-baik aja. Kamu ga perlu khawatir." ucap Ibu dua anak tersebut.
Bruk!
Suara benturan cukup keras berasal dari kamar Jisya membuat semua orang khawatir dan segera berlari ke kamar Jisya untuk melihat keadaannya. Ternyata suara itu berasal dari hempasan koper Jisya. Jisya sudah siap dengan pakaiannya dan koper yang digenggamnya, semua bingung kemana Jisya akan pergi selarut ini.