Ariana of Zarya

Ravistara
Chapter #3

Mimpi Buruk Sesungguhnya

Kilat menyambar tanpa suara layaknya sorot lakon bisu menerpa sesosok bayangan di atas punggung kuda yang sedang menenteng pedang besar di tangannya. Ariana sekilas menangkap selarik sinar jahat dari mata tajam elang itu bagaikan tatapan pemburu yang sedang mengintai calon mangsa.

Ia menyeret tubuh merayap di atas tanah yang berderai basah. Gaun kotor berlumpur menyusahkannya bergerak bebas, tapi tekadnya berjuang keras untuk membawa tubuhnya sejauh mungkin merentang jarak sementara sosok itu membuntutinya jengkal demi sejengkal. Pada satu titik, tubuhnya tak lagi bisa diajak bekerja sama.

Sosok itu kini ada di hadapannya. Sia-sia saja Ariana mendongakkan kepala, kegelapan menyembunyikan wajah sang pemburu dengan rapi. Pedang besar itulah yang menyapa dalam rinai hujan berpendar oleh petilasan kilat. Mata pedang ditodongkan tepat di depan hidungnya.

Kelopak mata Ariana pun gemetar terkatup rapat dan waktu seakan berhenti di tarikan napas terakhirnya …. Satu tebasan pedang raksasa itu menggorok batang lehernya. Napasnya nyaris tak berjeda memaksa jantungnya berdetak kencang melantunkan irama pemecah keheningan malam. Sesuatu yang basah dan hangat menggelegak kuat memancur dari lehernya lalu membanjiri seluruh tubuhnya.

Darah? Bukan. Ariana lekas meraba lehernya yang kena tebas, yang ternyata masih utuh. Kucuran peluh dingin pada lehernyalah penyebabnya. Ia masih hidup dan kini sedang terduduk di atas ranjang dengan napas tersengal dihantui oleh kilasan bunga tidur yang menakutkan.

Sudah malam ketiga ia bermimpi buruk semenjak teror di tepi hutan. Ariana merasa sangat capai, tapi ia enggan dan terlalu takut untuk kembali memicingkan mata. Sosok kepala yang terpenggal di tepi sungai tiba-tiba saja muncul dalam benaknya. Dan sejak peristiwa laknat itu, bayang-bayang maut senantiasa mengintai setiap jejak langkahnya.

Ariana menyimpan rapat-rapat rahasia ini dari ibu dan adiknya. Tanpa perlu bercerita pun, ia memang tak diizinkan lagi berkeliaran menjelang malam. Lebih baik untuk menahan rasa lapar dalam semalam daripada sang ibu mendulang kekhawatiran akan apa yang terjadi atas nasibnya, kata Ammarylis.

Tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya dan malam berpusar menjadi badai. Rintik berderak di atap loteng yang rendah. Petir sambar-menyambar memekakkan telinga berkawan deru angin. Anehnya, Ariana justru merasa jauh lebih aman dengan suasana seperti ini. Badai yang menghantam puncak pepohonan seolah menemaninya dalam ketakutan. Ia meringkuk semakin rapat dalam selimut, bergelung di samping Chantalope dan sang ibu.

Secepat kedatangannya, secepat itu pula badai pergi, riuh rendah membisu, dan rintik lirih meniris. Malam menjelma begitu sunyi — Saat itulah telinganya seakan menegak mendengar sesuatu merayap pada relung keheningan. Bunyi ketepuk-ketepuk samar tapi pasti, melangkah pelan mendekat di luar sana. Makin lama bunyi itu makin keras dan sepertinya berakhir di halaman rumah mereka.

Jantung Ariana berdegup kencang, ia bahkan dapat mendengar suara hentak dari balik rongga dadanya sendiri. Seperti tersihir, Ariana perlahan bangkit dari pembaringan. Ia lihat Ammarylis dan Chantalope juga telah terbangun di sebelahnya. Rupanya bukan hanya dia yang menyadari suara itu. Ketiga perempuan itu kemudian bertatapan gelisah.

Apa ada seseorang di luar?” Chantalope bertanya ketakutan dan setengah menggigil di balik selimutnya. Wajah kuyu Ammarylis yang lelah tampak tak berdarah, namun langsung sigap menilai situasi. Ia menyuruh kedua putrinya untuk diam. 

Siapa yang bertamu malam-malam begini? 

Chantalope merengek takut dalam kebisuan sementara memeluk lututnya erat. Ariana dan ibunya bertukar pandang tajam. Semenjak setengah tahun keruntuhan Zarya, tak ada lagi orang yang mengunjungi rumah mereka selain para pengungsi terakhir, kecuali ....

Seorang penunggang kuda …. Siapa pun yang datang berkunjung di halaman rumah mereka sekarang pastilah bukan orang biasa. Mereka bertiga lantas tersadar dari kekakuan ketika terdengar bunyi dobrakan dan benda terbanting menghantam dinding dengan keras. Asalnya dari pintu depan.

Lihat selengkapnya