Aku pulang dengan mata bengkak. Napasku tersengal, tidak hanya karena kelelahan, tapi karena dunia yang runtuh dalam sekejap. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menangis di depan mama dan papa. Tangisan yang tak bisa lagi kutahan, tangisan yang membasahi seluruh kebisuan di rumah ini.
"Ma, Pa … aku dan Yosy udah putus ...." suaraku bergetar, nyaris tak terdengar. "Dia selingkuh."
Kata-kata itu meluncur seperti pecahan kaca, tajam dan menyakitkan. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku masih bisa berdiri.
Aku lihat wajah kecewa itu di mata mereka. Tapi tak ada kemarahan. Tak ada tudingan. Tak ada "kan Mama sudah bilang." Yang ada hanya keheningan yang penuh kasih. Mama langsung memelukku erat. Lengan hangatnya seperti selimut di musim hujan. Ia mengusap punggungku berulang kali, seperti saat aku kecil dan demam tinggi. Sementara Papa, yang biasanya tak banyak bicara soal perasaan, hanya menepuk bahuku dengan lembut.