Delapan tahun ... Semua rasa, perjuangan, dan harapan kupertaruhkan dalam satu nama: Yosy. Dan ketika semuanya mulai berubah, aku masih percaya bahwa dia hanya sedang lelah. Sibuk. Butuh waktu. Tapi nyatanya, bukan waktu yang dia butuhkan. Dia hanya ingin pergi—tanpa pamit.
Hubungan kami tidak berakhir dengan pertengkaran besar. Tidak ada perpisahan dramatis, tidak ada kata putus. Hanya diam ... yang menjalar perlahan. Seperti api kecil yang lama-lama padam karena kehabisan udara.
Yosy berhenti menjawab pesanku. Panggilan tak lagi dijawab. Ketika aku menemuinya di tempat biasa, dia tidak datang. Dan ketika aku mencoba mencari ke rumahnya, ibunya hanya mengatakan, "Yosy lagi banyak kerjaan ... dia belum ada rencana nikah dalam waktu dekat."
Aku pulang dengan hati yang digantung. Tapi aku masih mencoba percaya... sampai akhirnya aku melihat foto itu.