Gadis itu menoleh. Ia nampak kaget ketika melihat Joe, dan langsung menggerakkan kakinya dengan cepat untuk kabur. Namun dia kalah cepat. Langkah kaki Joe yang panjang, dengan sekejap bisa menyusulnya. Pemuda itu langsung mencekal lengannya. Gadis itu meronta, berusaha melepaskan diri. Ia meringis kesakitan, karena cekalan Joe sangat kuat mencengkeram lengannya.
"Mau kabur ke mana, kau?!"
“Apa-apaan ini?! Lepaskan aku, atau aku akan teriak!” ancam gadis itu.
“Silahkan. Di sini sudah sepi,” tantang Joe.
“Apa maumu?!”
“Aku yang seharusnya bertanya. Mau apa kamu di sini? Mau menabur racun lagi?”
“Racun?! Kamu bicara apa, sih? Aku cuma mau ke kamar kecil!”
“Pembohong!” ujar Joe tajam. “Kamu bukan siswa sekolah ini. Apa yang kamu lakukan di pantry tadi?”
“Aku haus dan perlu minum. Apa itu salah??”
“Timmu bawa air minum sendiri. Kenapa tidak di situ saja?”
Gadis itu akhirnya terdiam. Joe menatapnya. “Mengakulah, kamu pasti curang dengan sengaja menaruh sesuatu di galon air minum timku.”
“Mengaku apa? Aku tidak melakukan apapun.”
“Aku melihatmu tadi di pantry."
“Cuma kamu yang melihat? Ada saksi lain? Ada kamera?” tantang gadis itu. Kedua alisnya terangkat, dan matanya menatap langsung tanpa ragu kepada Joe.
Joe terdiam. Ia menatap gadis itu nyaris tak berkedip. Seulas senyum mengejek membayang di sudut bibir gadis itu. Senyum kemenangan, karena melihat pemuda itu tidak bisa menjawab pertanyaannya. “Aww....kasihan sekali. Jadi kamu saksi tunggal? Memangnya ada yang mau dengar? Apalagi kalau aku begini.”