Menjelang pukul 11 malam, Joe sampai di rumahnya. Suasana fi sekitar gelap gulita dan sepi sekali, pertanda semua penghuni di perumahan itu sudah lelap tidur. Hanya ada suara sirine mobil polisi di kejauhan, yang kemudian menghilang.
Dia masuk, melepas jaket tebalnya dan menggantungnya di gantungan dekat pintu, kemudian menyalakan saklar. Lampu meja di sudut ruang tamu menyala suram. Sudah saatnya mengganti bola lampu - batin Joe.
Dipandangnya seluruh ruangan yang sempit itu. Dua buah sofa lusuh berwarna abu-abu mengisi ruangan. Sepotong pizza yang tergigit separoh, tergeletak di meja bersama sebotol cola yang isinya tinggal setengah. Itu makanan sisa dua hari lalu yang belum sempat dia bersihkan.
Ia melangkah menuju lantai atas. Tangga dari papan kayu itu berderit tertimpa jejak kakinya. Dibukanya pintu kamar adiknya. Dilihatnya Nate sudah tidur. Kemudian dia melangkah pelan menuju kamar satunya lagi. Kamar itu tidak terkunci. Janelle, adik perempuannya, juga sudah tidur.
Perutnya berkeruyuk lapar. Dia turun, melangkah menuju ruang makan dan menyalakan lampu. Baru saja dia hendak membuka kulkas untuk mencari susu dan menuangkannya di mangkuk sereal, ketika disadarinya ada seseorang duduk di meja makan.
“Mom?”
Perempuan berambut pirang kusut itu tertelungkup di atas meja makan. Di dekatnya ada beberapa botol minuman keras dan sebuah gelas kecil. Mom rupanya mabuk lagi.
Disingkirkannya gelas dan botol-botol minuman itu, kemudian dengan hati-hati dia mengangkat tubuh mamanya dan dibaringkan di kamarnya. Mamanya bergerak sedikit dan meracau tidak jelas.
Selesai merebahkan mamanya, Joe membersihkan sisa makanan yang tercecer di meja dan merapikan ruangan sekedarnya. Dia mengurungkan niatnya untuk makan dan memilih menghenyakkan diri di sofa. Baru terasa olehnya, betapa badannya letih bukan main. Ia menyelonjorkan kaki dan menaruh kedua lengannya di belakang kepala sebagai bantal.
Sampai beberapa lama, matanya belum mau terpejam juga. Joe akhirnya meraih cellphone dari saku celananya. Dengan sedikit ragu, ia memencet nomor milik Jules. Terdengar dering pendek sekali, dan setelah itu telpon di seberang diangkat.
“Hai,” sapanya setengah berbisik.
“Hai. Di mana kau sekarang?” terdengar suara Jules menjawab dengan setengah berbisik juga.
“Aku sudah sampai di rumah.”
“Aku tadi meneleponmu beberapa kali.”
“Ya, aku tahu. Aku tidak bisa mengangkatnya, karena sedang menyetir,” ujar Joe berdusta.
Hening sejenak.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Joe memecah keheningan.
“Aku baik-baik saja. Cuma.... rasanya konyol sekali.”
“Kenapa?”
“Seharusnya aku tidak histeris seperti tadi.”
“Itu normal.”