Tidak berapa lama, mereka sampai di depan gedung sekolah.
Nate menyentuh pundak Joe. “Itu mereka,” bisiknya sambil menggerakkan dagu, menunjuk ke arah dua orang remaja tanggung yang berdiri tidak jauh dari gedung sekolah.
“Biar aku saja yang menghadapi mereka. Kau dan Janelle langsung masuk ke dalam,” ujar Joe.
Joe kemudian mematikan mesin mobilnya dan beranjak keluar. Dia memberi isyarat kepada Nate dan Janelle untuk segera masuk ke dalam gedung sekolah. Kedua adiknya menuruti perintah kakaknya. Mereka segera berlari kecil memasuki gerbang sekolah tanpa menoleh lagi.
Joe menghampiri dua remaja tersebut. Mereka memandangnya dengan acuh. Joe meraih saku dompetnya dan menarik keluar beberapa lembar dollar. “Berapa hutang Nate yang belum dia bayar?”
“Delapan puluh dollar.” Salah seorang dari mereka yang mengenakan topi miring menyahut.
Joe menelan ludah sambil mengangsurkan beberapa lembar uang dollar. Dalam hati dia mengumpat. Pantas saja banyak anak remaja tergiur menjual barang laknat yang satu ini. Hanya dengan menjual beberapa gram heroin saja, mereka bisa meraup untung banyak!
Anak bertopi miring itu langsung mengambil lembaran dollar tersebut dari tangan Joe dan menyelipkannya ke saku celana jinsnya.
“Setelah ini jangan coba-coba mendekati adikku lagi,” ujar Joe dengan tegas.
Kedua remaja tersebut hanya mendengus.
“Tidak semudah itu,” gumam anak bertopi miring itu.
“Apa maksudmu?”
“Dia sudah terlanjur terikat dengan kami.”
“Kalau kau masih bersikeras, kau akan berhadapan denganku,” ujar Joe. Matanya menatap lurus dan tajam ke arah mereka.
“Bos kami tidak akan tinggal diam.”
“Bilang kepada bossmu, urusan dia denganku. Bukan dengan adikku. Aku yang bertanggung jawab,” sahut Joe lagi.
“Kau mencari bahaya kalau menantangnya.”
“Bossmu yang mencari bahaya. Katakan padanya untuk berhenti, atau aku akan membuat perhitungan dengannya.”
Kedua remaja itu memandangnya. “Kau rupanya benar-benar tidak tahu, dengan siapa kau berurusan. Tapi sudahlah, yang penting kami sudah memperingatkanmu,” ujar anak bertopi itu sambil mengedikkan bahu tanda tak peduli. Kemudian mereka berdua beranjak meninggalkan tempat itu.
****
Joe kemudian kembali ke mobilnya dan melaju menuju rumah sakit. Hari ini jadwal shift kerjanya sedang kosong, namun ada hal penting yang harus dilakukannya. Menjenguk Mae dan melihat perkembangan kondisinya. Jika kondisi Mae memungkinkan untuk dirawat di rumah, dia berencana untuk membawanya pulang hari ini.
Namun di tengah jalan, dia berubah rencana. Dia berbelok ke ruas jalan Edsel Ford Freeway dan melaju menuju Grosse Pointe, sebuah area pemukiman tua yang terlihat asri dan nyaman. Dia berhenti di depan sebuah rumah mungil bercat putih. Diamatinya sejenak rumah itu, kemudian dia turun dan memencet bel.