Malam itu suasana di Perumahan Mawar Indah terasa tenang, hingga hanya suara jangkrik dan sesekali gonggongan anjing dari kejauhan yang menemani Somat dan Tigor berjaga di pos satpam. Mereka duduk santai sambil mengobrol ringan, ketika tiba-tiba terdengar suara berisik dari arah taman belakang komplek.
“Mat, kau dengar itu? Suara apa pula, macam ada yang gerak-gerak di belakang,” Tigor berbisik dengan nada curiga, sambil meraih senter.
Somat mengangguk. “Iyah, kayak ada orang gerak-gerak di situ. Tapi siapa yang mau ngumpet di taman jam segini?” ucapnya dengan logat Madura yang kental.
Mereka berdua saling pandang, lalu memutuskan untuk mengecek asal suara tersebut. Dengan perlahan, mereka berjalan menyusuri jalan kecil yang menuju ke taman belakang sambil menyorotkan senter ke arah suara. Setiap langkah terasa mencekam, mereka mencoba berjalan setenang mungkin sambil berusaha tidak membunyikan suara sandal atau ranting yang terinjak.
Ketika semakin dekat, mereka akhirnya melihat bayangan seorang pria yang sedang jongkok di balik pohon, memegang kantong plastik besar berisi tanaman hias. Pria itu tampak bingung dan ketakutan, wajahnya gelisah dan celingukan seperti sedang mencari jalan keluar.
Dengan penuh keyakinan, Tigor menyorotkan senter langsung ke wajah pria itu dan berkata dengan suara keras, “Oi, kau ngapain di situ, hah?!”
Pria itu langsung terperanjat dan berdiri, dengan mata terbelalak. Terang-terangan ketakutan, ia segera mengangkat kedua tangannya seperti orang yang ketahuan berbuat salah. Dengan nada gemetar, dia menjawab, “Ampun, Bang! Jangan marah, Bang. Saya cuma... ya... cuma maling tanaman, Bang!”
Somat dan Tigor melongo mendengar jawaban itu. Mereka saling bertatapan, menahan tawa, merasa heran bertemu seseorang yang jujur terang-terangan mengakui seorang pencuri. Tak pernah mereka menduga akan menemui pencuri yang mengaku secara blak-blakan seperti ini.
“Cuma maling tanaman?!” tanya Tigor heran. “Macam mana pula kau ini, bukannya lari, malah ngaku? Baru pertama kali aku lihat maling sejujur ini, Mat!”
Pria itu menunduk malu, sambil terus menggenggam kantong plastik berisi tanaman yang sudah ia curi. “Iya, Bang. Saya nyolong tanaman buat dijual lagi. Lumayan, bisa nambah uang belanja. Tapi ... Saya ndak hafal jalan keluar Bang akhirnya saya kejebak di taman,” ucapnya, semakin menunduk.
Somat tidak bisa menahan tawanya lagi. Dengan nada mengejek, dia berkomentar, “Lowalah kamu ini maling pemula, tah? Baru ngambil tanaman di komplek ini aja sudah nyasar. Gimana kalau maling uang rakyat? Hahaha ….”