Malam itu, Somat dan Tigor sedang duduk santai di pos satpam, menikmati kopi dan sepiring gorengan yang baru saja dikirimkan oleh Bu Rani, warga komplek yang baik hati. Suasana terasa damai, hingga tiba-tiba terdengar suara derap langkah cepat yang mendekat ke arah pos.
Seorang bapak-bapak, Pak Kusno, berlari sambil terengah-engah dengan wajah panik. "Pak Satpam! Pak Satpam! Tolong! Di rumah saya ada ular.”
“Bah ngeri kali!" sahut Tigor spontan.
Somat dan Tigor langsung bangkit dari kursi, memasang ekspresi serius. Namun, Tigor masih sempat bergumam ke Somat, “Eh, Mat, kau tahu ndak, kita ini kayak serba bisa ya. Satpam, teknisi listrik, sekarang mau jadi pawang ular wkwkwkw…”
Somat menahan senyum. “Yah, ndak apa-apa, Gor. Selama tugas mulia, Insya Allah rezeki lancar.”
Dengan langkah cepat, mereka berdua mengikuti Pak Kusno ke rumahnya. Sesampainya disana, mereka melihat sepasang sepatu yang tergeletak di depan pintu. Pak Kusno mengarahkan mereka ke sepatu tersebut sambil berbisik cemas, “Ularnya ada di sepatu itu pak. Saya lihat kepala hitamnya masuk!”
Somat dan Tigor saling pandang, mencoba menahan ketegangan. Tigor mengambil tongkat dari pos satpam, sementara Somat mempersiapkan senter.