Some Wishes

pandabou
Chapter #3

Teman baru

Saat pentas teater beberapa hari yang lalu, wajah Rinai yang terlihat imut menggunakan kostum rusa, cukup sering mendapatkan sorotan kamera. Hal itu jadi mengganggu Rinai karena ia menjadi bahan ledekan di kelasnya. Namun, Rinai berusaha cuek dan tak terpengaruh meski digoda oleh teman - temannya.

  Hari ini kelas 11 Ipa 3 kedatangan seorang murid baru bernama Salsabilana. Tadi pagi, Pak Hamdan yang merupakan wali kelas 11 Ipa 3 mengantarkannya ke kelas. Gadis itu terlihat pendiam, bahkan saat memperkenalkan diri di depan kelas pagi tadi ia hanya memperkenalkan namanya tanpa nemberi tahu dari mana asal usulnya. Awalnya Rinai mengira mungkin gadis itu hanya gugup karena berada di tempat yang masih sangat asing untuknya. Namun hingga dua hari pindah ke kelas Rinai, siswa baru itu tak pernah berbicara atau tersenyum sedikitpun. Ia hanya terkadang mengangguk ataupun menggeleng untuk menanggapi seseorang yang mengajaknya berbicara.

  Entah mengapa kehadiran murid baru di kelas Rinai membuat suasana kelas menjadi suram. Salsa, begitu murid baru itu biasa dipanggil, lebih senang menyendiri dan sangat jarang tersenyum. Bahkan Yohanes yang terkenal dengan sifatnya  sebagai 'social butterfly' yang kebetulan kedapatan duduk di samping Salsa berkata bahwa ia juga tak pernah mengobrol sedikitpun dengan gadis itu. Padahal berulang kali Yohanes mencoba mengajaknya berbicara tetapi Salsa sepertinya memilih untuk tidak menanggapinya. Begitu pula dengan para murid perempuan, banyak dari mereka yang juga mengalami hal serupa termasuk Rinai. 

  "Sal, ke kantin bareng kita yuk!" ajak Rinai suatu ketika, namun Salsa hanya menggelengkan kepalanya.

  Karena sikap Salsa tersebut April menjadi uring - uringan saat sedang mengobrol di kantin, "si anak baru punya masalah hidup apaan sih, ngeselin banget."

  "Apa dia punya masalah ya di sekolah lamanya?" sahut Arin yang waktu itu juga ikut bergabung bersama mereka.

  "Iya ya, soalnya yang aku lihat dia bukan tipe orang yang sombong gitu. Ekspresinya lebih ke gugup banget kalau kita ajak bicara," celetuk Rinai menimpali.

  "Seperti tertekan gitu maksud kamu?" tanya Daisy.

  "Iya," jawab Rinai sambil mengangguk.

  "Apa dulu dia di bully?" ucap April.

  "Memangnya orang yang bully temannya di sekolah itu benaran ada ya?" tanya Daisy.

  "Banyak lah!" timpal Arin.

  "Aku kira cuma ada di sinetron saja," sahut April.

  "Karena kita beruntung sih teman kelas kita orang baik - baik semua," kata Rinai memberi pendapat.

  "Baik gimana aku sering dikatain gendut!" sahut Daisy tiba - tiba dengan agak emosi.

  "Iya juga ya, maaf ya Sy kalau aku pernah kelepasan bilang kamu gendut," kata Arin menanggapi pernyataan Daisy.

  "Dimaafin, tapi harus traktir aku batagor, gimana?"

  "Makan mulu, nanti makin gendut!" ujar Arin.

  Karena kembali dibilang gendut, Daisy merasa tak terima. Gadis itu lantas berkata, "barusan minta maaf, malah ngatain aku gendut lagi." Daisy membalas pernyataan Arin dengan memasang wajah kesal yang terlihat menggemaskan.

  "Maaf," sahut Arin menyesal.

  "Aku harap Salsa bisa punya teman di sekolah ini. Kasian kan kalau dia harus sendirian terus kayak gitu," ujar April yang dibarengi anggukan kepala oleh teman - temannya.

  Rinai pun juga berharap agar Salsa bisa memiliki teman di sekolahnya ini. Namun ngomong - ngomong soal harapan, Rinai teringat akan sesuatu. Gadis itu ingat tentang buku diary 'ajaib' miliknya yang selalu memberikan solusi atas harapan - harapan Rinai selama ini sehingga membuat harapannya tersebut menjadi terkabul, walau dengan cara yang berbeda dari yang ia inginkan pada awalnya. Mungkin kali ini buku ajaibnya itu dapat memberikan solusi atas permasalahannya saat ini.

  "Aku mau kasih tahu sesuatu ke kalian," ucap Rinai dengan agak berbisik. Hal itu membuat teman - temannya mendekat ke arahnya. 

  "Kasih tahu apa Ai?" tanya April yang terlihat penasaran.

  "Kalian berdua ingat diary yang kalian kasih ke aku waktu ulang tahunku kemarin?" ucap Rinai.

  "Ingat, kenapa?" tanya Daisy, sedangkan April hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Rinai.

  "Kalian tahu enggak, aku rasa diary yang kalian kasih ke aku itu bukan buku diary biasa tapi buku diary ajaib," bisik Rinai dengan nada serius, namun ia malah ditertawakan oleh ketiga orang di hadapannya.

  "Ai, kamu itu sudah SMA masa kamu masih bisa mikir hal konyol macam itu?" ujar April menanggapi perkataan Rinai.

  "Hahaha…, kamu kayak anak tk saja!" sahut Arin.

  "Ada - ada saja kamu Ai!" kata Daisy ikut menimpali.

  "Serius aku, benaran deh aku enggak bohong!" kata Rinai berusaha meyakinkan.

  "Bohong sih enggak, tapi mungkin kamu halu!" ujar Arin menimpali.

  "Kenapa kamu bisa punya pikiran aneh - aneh kayak gitu sih Ai?" tanya April kemudian.

  "Soalnya setiap aku nulis sesuatu di diary itu aku selalu dapat kata - kata balasan yang isinya bisa ngerubah jalan pikiran jadi lebih terbuka dan secara tidak langsung dia kasih aku solusi untuk masalah yang aku hadapin," ujar Rinai berusaha menjelaskan.

  "Kata - kata balasan gimana maksud kamu?" tanya Arin yang sepertinya mulai terlihat serius.

  "Jadi setiap aku nulis sesuatu di diary itu, besok malamnya selalu ada kata - kata balasan yang tertulis di bawah tulisan aku," tutur Rinai.

  "Jadi kata - katanya enggak langsung muncul begitu kamu selesai nulis kan?" tanya Daisy.

  "Iya."

  "Ya kalau gitu berarti bisa saja orang lain yang nulis," kata Daisy memberikan pendapat yang logis.

  "Mungkin saja sih, tapi apapun itu diary itu selalu bisa kasih kata - kata yang tepat untuk setiap masalah - masalah yang aku tulis di sana," kata Rinai menanggapi.

  "Iya deh iya, tapi daripada bahas diary kamu itu, ada hal yang lebih penting buat kita bahas," ujar April dengan wajah serius. Gadis itu kemudian kembali melanjutkan bicaranya dengan heboh, "Arin, kamu harus tahu ini, jadi Kak Faiz kasih buket bunga ke Rinai waktu malam pentas teater kemarin." 

  "Iya! Yaampun mereka lucu banget masih malu - malu kucing gitu," celetuk Daisy tak kalah heboh.

  "Oh iya? Yah kok aku enggak lihat, kan aku juga samperin kalian sewaktu kalian selesai pentas!" kata Arin yang menanggapi dengan heboh pula.

  

  "Mukanya jangan malu - malu gitu dong Ai!" goda Arin kepada Rinai.

  "Panjang umur, itu Ai Kak Faiz datang!" ucap Daisy yang duduk di depan Rinai, matanya melihat ke arah belakang Rinai. Secara otomatis, Rinai membalikkan tubuhnya ke belakang, namun ternyata ia tak melihat sosok Kak Faiz disana.

  Melihat reaksi Rinai, teman - temannya yang lain jadi tertawa. Ternyata Daisy sengaja mengerjai sahabatnya tersebut.

  "Hahaha…, Rinai Rinai gampang banget sih ditipu!" kata Daisy sambil terpingkal - pingkal.

  "Hahaha…, segitu kangennya ya sama Kak Faiz!" sahut Arin yang juga ikut terpingkal - pingkal di sebelah Daisy.

  Sedangkan April sepertinya sudah tak mampu berkata - kata untuk meledek Rinai,  ia terlihat sudah tak bisa mengendalikan tawanya yang sangat lepas. Gadis itu hanya tertawa heboh sambil menepuk - nepuk punggung Rinai yang duduk di sebelahnya, sesekali ia juga menepuk - nepuk meja kayu yang berada di depannya. Bila sedang tertawa, gadis itu memang kerap kali tak bisa mengendalikan dirinya. Padahal ia juga ikut tertipu dan membalikkan tubuhnya persis seperti Rinai saat mendengar kata - kata Daisy. Namun, bisa - bisanya ia justru tertawa paling kencang, Rinai tak habis pikir. Sedangkan teman - temannya yang lain sibuk menertawakan dirinya, Rinai hanya bisa diam dan pasrah menanggapi itu semua.

  "Eh Ai, itu Kak Faiz!" ucap Daisy tiba - tiba, membuat yang lain ikut menghentikan tawa mereka. Memangnya dia pikir aku sebodoh itu, Rinai sama sekali tak terpengaruh oleh ucapan Daisy barusan. Ia tak mungkin tertipu untuk kedua kalinya.

  "Kali ini aku benaran, enggak bohong!" ujar Daisy berusaha meyakinkan Rinai, namun Rinai justru tidak menanggapinya dan gadis itu memilih untuk menyeruput es cokelat di depannya.

  Tiba - tiba sebuah suara yang Rinai kenal terdengar di sampingnya. "Kursi ini kosong?" tanya sebuah suara tersebut.

  Saat Rinai menolehkan kepalanya ke samping, gadis itu melihat wajah Kak Faiz yang tersenyum simpul kepadanya. Selain itu ada Kak Andi dan dua orang lain yang tidak Rinai kenal. Rinai biasa melihat mereka berempat sering berkumpul bersama, mungkin karena mereka berasal dari kelas yang sama. 

  "Kosong kok kak, kayak hatinya Rinai yang enggak kalah kosong!" sahut April sekenanya, yang membuat Rinai mendelik kepadanya.

  "Kalau gitu kita duduk di sini gapapa kan?" tanya Kak Faiz sekali lagi untuk memastikan.

  "Gapapa kok kak," jawab Rinai agak tersipu.

  Mendengar hal itu, Kak Faiz langsung duduk di kursi kosong yang berada tak jauh di sebelah kanan Rinai. Sedangkan teman - temannya yang lain juga ikut duduk bersama di dekatnya.

Lihat selengkapnya