"Jika kau tidak mau mengambil resiko, maka kau juga tidak dapat menciptakan harapan dan masa depan yang kau impikan"
-Yuna-
Yuna melihat pesan yang dikirim oleh Maya pada ponselnya. Ia tak langsung menjawab pesan itu, karena Ibunya akan segera pulang dan akan marah jika tahu Yuna membuka kamar Sena. Yuna menata kembali kamar Sena seperti awal saat ia masuk. Dan saat ia mengunci pintu kamar Sena, ia mendengar suara ketukan pintu pertanda jika Ibunya telah pulang.
"Ojeknya lama jemput ya Bu?" tanya Yuna sambil membawa barang-barang yang dibawa Ibunya dari warung.
"Gak juga, Ibu cuma pegel aja karena banyak pelanggan" ucap Ibu Yuna sambil memegang lehernya.
"Mau dipijitin Bu?" tawar Yuna pada Ibunya.
"Gak usah, kamu tidur aja. Besok kamu pulang kerja beli pisang kepok di pasar Palapa ya" ucap Ibu Yuna.
"Buat apa? Ibu mau jualan pisang goreng?" tanya Yuna heran.
"Ada tetangga baru yang nempati rumah Pak Ujang, tapi kita belum ngasih apa-apa. Jadi coba kenalan sana sambil kasih pisang goreng" jawab Ibu Yuna.
"Oke, siap bos!" sahut Yuna.
***
Yuna kembali ke kamarnya setelah selesai membereskan barang yang dibawa Ibunya dari warung. Ia melihat pesan yang ada di ponselnya lagi.
"Berhentilah mencari bukti kematian Sena atau kau akan dalam bahaya" pesan singkat dari Maya untuk Yuna.
Setelah hanya menatap pesan itu, Yuna memutuskan untuk menelpon Maya.
Maya yang sedang termenung di dalam mobilnya, segera mengambil ponselnya ketika mendapat telpon dari Yuna.
"Apa maksud pesanmu kak?" tanya Yuna tanpa basa-basi pada Maya.
"Bukannya udah jelas? Jangan cari masalah lagi sama Bina Mulia!" teriak Maya di telpon.
"Bukankah kau yang mendukung ku dari awal? Aku akan kerja untuk Bina Mulia dan cari bukti tentang kematian Sena. Sampai saat ini cuma itu semua cuma omong kosong" ucap Yuna dengan nada yang tegas.
"Apanya yang omong kosong? Bukannya aku selalu membantumu agar bisa masuk Bina Mulia?" tanya Maya pada Yuna.
"Aku masuk Bina Mulia dengan usahaku sendiri! Dan kau cuma menyombongkan jabatanmu sebagai sekretaris! Memang apa gunanya jabatanmu? Apa kau dapat bukti yang kau janjikan dulu?" ucap Yuna yang semakin emosi dengan Maya.
Mendengar ucapan Yuna, Maya hanya terdiam dan langsung menutup telponnya. Ia kemudian menangis karena merasa frustasi harus memilih keluarga atau pekerjaannya. Di satu sisi ia merasa sangat bersalah pada Yuna karena janjinya dulu yang ingin mencari bukti kematian Sena, namun sekarang keadaan berbeda dan ia masih ingin bekerja untuk Bina Mulia.
***