"Kenyataan selalu tidak sesuai dengan rencana yang ada. Haruskah menyerah atau tetap melangkah? Apakah esok hari semua bisa baik-baik saja?
Semuanya serahkan saja pada Yang Maha Kuasa"
-Yuna-
Setelah mendapat kabar yang mengejutkan dari Maya, Yuna dan Arya bergegas pulang. Mereka pamit pada Pak Murdi sebelum pulang, dan Pak Murdi memberikan dokumen bukti kematian Sena pada Yuna. Pak Murdi meminta Yuna untuk menyimpan dokumen itu dan segera mencari orang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan untuk membuka kasus itu.
Ketika berada di dalam mobil Arya, Yuna hanya termenung sambil memegangi dokumen yang diberikan Pak Murdi. Arya tidak berani untuk membuka pembicaraan karena ia tahu jika pikiran Yuna sedang sangat kalut.
***
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, Arya dan Yuna sampai di rumah sakit tempat Ibunya dan Rudi dirawat. Sebelum turun dari mobil, Arya meminta dokumen yang diberikan Pak Murdi pada Sena.
"Memangnya Abang mau pakai apa dokumennya?" tanya Yuna yang enggan menyerahkan dokumen berharga itu.
"Biarkan aku menyimpannya. Aku akan memberikan itu pada orang yang memiliki pengaruh dan kuasa. Jangan khawatir, aku gak akan menghilangkannya" jawab Arya meyakinkan Yuna.
Yuna menyerahkan dokumen itu pada Arya, dan Arya menyimpan dokumen itu di dalam ransel yang ada di mobilnya.
Saat masuk ke dalam rumah sakit, Yuna berlari ke bagian informasi dan bertanya mengenai ruang rawat Ibunya dan Rudi.
"Ruang rawat Ibu Yanti ada di lantai 3 dengan kamar nomor 505, dan untuk Rudi Putra ruang rawatnya ada di lantai 2 dengan kamar nomor 245" jelas sang informan.
Yuna menaiki tangga untuk menuju ke lantai 3 tempat Ibunya dirawat. Sementara Arya menuju ke lantai 2 untuk melihat kondisi Rudi.
Saat sampai di kamar rawat Ibunya, Yuna hanya berani melihat kondisi Ibunya dari luar pintu. Ia melihat Ibunya yang tergolek lemas di tempat tidur dengan infus di tangannya. Yuna meyakinkan dirinya untuk membuka pintu kamar rawat itu dan masuk agar melihat kondisi Ibunya dengan jelas. Namun, tangannya justru ditarik oleh Maya yang mengajaknya berbincang di lobby bawah rumah sakit yang sepi.
"Kau darimana semalaman? Ke rumah temanmu? Teman yang mana?" tanya Maya penasaran.
"Kenapa Kakak selalu mau tahu? Aku tahu aku salah, aku juga nyesal ninggalin Ibu semalam" jawab Yuna yang terdengar lemas.
"Jangan bilang kalau kau pergi cari bukti kematian Sena semalam?" tanya Maya lagi.
"Kalau iya memang kenapa? Aku gak akan berhenti!" teriak Yuna pada Maya.
Maya kemudian menampar pipi Yuna dengan keras. Ia sangat emosi karena Yuna tidak mau berhenti untuk mencari bukti kematian Sena.
"Apa kau tahu apa yang kau lakukan? Aku bilang kau harus berhenti, kenapa kau gak dengar? Dengan kejadian yang terjadi pada Ibumu dan Rudi sekarang, apa kau tetap gak mau berhenti?" tanya Maya dengan teriakan keras.
"Memangnya kebakaran itu perbuatan mereka?" tanya Yuna yang penasaran.
"Tentu, ini perbuatan Bina Mulia! Ini adalah kode yang sangat keras agar kau mau berhenti mencari bukti itu! Kau tahu, semalam jika Rudi gak menyelamatkan Ibumu mungkin saja Ibumu sudah mati!" teriak Maya lagi.
Yuna hanya terdiam mendengar ucapan Maya. Ia merasa sangat menyesal meninggalkan Ibunya semalam. Maya meninggalkan Yuna yang duduk termenung di lobby rumah sakit. Yuna kembali memikirkan jika ia menerima tawaran Siska kemarin mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Kini ia merasa sangat frustasi dan ragu untuk meneruskan rencananya yang ingin membuka kebenaran kematian Sena.
***
Arya berada di kamar rawat Rudi. Ia ingin melihat apakah kondisi Rudi sudah lebih baik atau belum. Lalu, Arya menatap dari dekat wajah Rudi yang masih tertidur. Tak lama, Rudi bangun dan terkejut dengan wajah Arya yang menatapnya sangat dekat.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Rudi yang segera mendorong wajah Arya dari hadapannya.
"Aku cuma mau mastikan kondisimu. Tapi kau kasar sekali" omel Arya.