SOMEONE LIKE YOU

Jeni Hardianti
Chapter #2

Crying Out

Jam pulang sekolah telah berlalu selama 5 menit, Jelita baru saja menyelesaikan piketnya hari ini, setelah semuanya selesai gadis itu berjalan ke mejanya, mengambil tas miliknya yang masih ada diatas meja.

Jelita berjalan menuju pintu.

"Satu… dua… tiga…"

Byurrr..

Air mengguyur badan Jelita hingga basah kuyup, oh! bukan hanya basah kuyup tapi juga bau telur dan tepung terigu membuat dirinya kotor.

Jelita masih terdiam di tempatnya.

Terdengar suara tawa dari balik tembok kelas, semua murid kelas 11 rupanya belum pulang, mereka bersembunyi dibalik tembok untuk menyaksikan sang plagiator kotor karena campuran air, tepung terigu dan telur.

"Bagaimana rasanya jadi adonan kue seperti itu?" Nadia berkata dengan nada meremehkan.

Jelita menahan air matanya, tangan kanannya mengepal.

Tiga minggu ini dia terus dibully tanpa henti di sekolah.

Dikerjai bersih-bersih kelas.

Tempat duduknya ditempeli lem dan permen karet dan semacamnya.

Jelita masih sabar.

Tapi ini keterlaluan.

"Ayolah, foto dia, gue rasa penampilan dia yang sekarang lebih menarik." Intan kembali memprovokasi.

Nampaklah blitz kamera ponsel diarahkan ke Jelita yang kini menahan malu.

Kenapa harus sekejam ini?

"Jangan lupa upload ke sosial media, supaya dia tahu apa itu artinya malu." Nadia kembali bicara.

Jelita mengepalkan tangannya, air matanya perlahan turun. "Kalian puas sekarang?" Jelita bicara dengan nada bergetar.

"Tentu saja, bahkan saat kita melihat komentar orang lain tentang lo, karena lo pantas mendapatkan ini semua." Nadia menjawab.

Menyakitkan?

Tentu saja.

Dan Jelita sudah cukup memendam sakit selama ini.

Dia malu.

Tapi tidak ada yang mau mengerti dia.

Jelita beranikan diri melangkahkan kakinya, berlari menerobos kerumunan yang menjadikan dirinya tontonan gratis.

Gadis itu dengan seragam kotornya berlari sambil menangis, 

Tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya keheranan.

Tidak peduli dengan orang-orang yang menganggapnya gila.

Jelita akui dia memang sudah gila sekarang.

Gadis itu menghentikan langkahnya di sebuah bangunan yang tak terpakai.

Dia cepat-cepat bersembunyi disana, dan setelah itu dia berjongkok dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Menangis.

Punggungnya naik turun karena menahan isakkan.

Disini dia menangis sendirian, tanpa seorang pun tahu.

Dia kasihan pada dirinya sendiri, kenapa nasib bisa sekejam ini padanya.

Apa salahnya?

Sampai sahabatnya sendiri menghianatinya.

Jelita lelah dengan semuanya, dia sudah muak dengan perlakuan teman-temannya yang semena-mena padanya selama ini.

Dia lelah…

Jelita melihat anak tangga di depannya, dia mendongak.

Jika dirinya tidak ada, jika dirinya mengakhiri hidup bukankah semua masalah ini akan selesai? Bukankah dia akan berhenti di bully?

Ini bagus.

Pikiran buruk merasukinya.

Jelita memutuskan mengakhiri semuanya hari ini.

Dengan langkah yakin dia menaiki anak tangga yang akan membawanya ke atap.

****

Jelita menghela nafasnya yang nampak tak beraturan, seragam putih abu-abunya nampak basah terkena telur dan air.

Rambutnya kotor terkena tepung terigu.

Air matanya tak berhenti mengalir.

Dia menangis tanpa suara dan tidak ada yang mengetahuinya.

Gadis itu memantapkan langkahnya, tinggal beberapa tangga lagi dan dia akan sampai diatap.

Sampai diatas Jelita menatap atap yang lumayan luas.

Aku tahu ini bukan jalan terbaik, tapi aku sudah muak dengan semuanya…

Perlahan, Jelita melangkahkan kakinya mendekati tepi atap gedung.

Kakinya naik dan dia berdiri disana.

Lihat selengkapnya