Katanya mempunyai sahabat itu adalah hal yang paling menyenangkan, bisa berbagi suka duka bersama, tapi aku rasa bukan itu yang aku dapat dari persahabatanku selama ini, bukan suka tapi duka karena dia tega mengkhianati.
Pagi itu, Jelita baru saja sampai di kelasnya, dia tersenyum saat melihat Salsa sudah duduk di bangkunya, Jelita berniat menagih buku yang dipinjam Salsa dua minggu lalu, karena dia berencana menerbitkan tulisannya itu di salah satu forum khusus penulis. "Salsa!" Jelita langsung duduk di kursi sebelah Salsa, "gue mau minta buku yang lo pinjam dua minggu lalu, bawa kan?"
"Oh ada." Salsa mengambil bukunya dari dalam tas, lalu memberikannya pada Jelita, "terima kasih, cerita lo sukses bikin gue baper."
"Ah, terima kasih, tapi pujian itu berlebihan." Jelita merasa tidak enak.
Salsa hanya meresponnya dengan senyuman, setelah itu Jelita pamitan duduk di bangkunya.
Karena jam pelajaran pertama tidak ada guru, Jelita menyempatkan untuk mengirim ceritanya ke akun blog miliknya, dia tersenyum penuh keyakinan saat mengirimkannya, dia yakin ceritanya akan disukai banyak orang.
****
"Wah, gue juga jadi ingin seperti lo, Jel. Bisa menulis cerita." Salsa bercerita saat di kantin.
Saat ini mereka tengah memakan batagor di kantin.
"Ya lo belajar aja, baca banyak kok di blog yang kirim cerita kayak gitu."
Salsa tersenyum, "saran yang bagus, nanti gue coba."
Jelita tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
****
Sepulang sekolah, saat di bus, Jelita membuka akun blog-nya, penasaran dengan komentar dari pembaca ceritanya.
Sesaat, mata Jelita membulat sempurna saat membaca komentar yang masuk.
'Dasar plagiat!'
'Kalau tidak bisa menulis cerita jangan plagiat cerita orang'
'Aku merasa tertipu karena kagum sama cerita di blog ini sebelumnya, ternyata penulisnya itu tukang plagiat, menjiplak karya orang lain, dasar penipu, aku bersumpah tidak akan membaca disini lagi'
'Kalau ingin terkenal, jangan menjiplak karya orang lain'
Jelita terkesiap.
Plagiat?
Menjiplak?
Apa maksudnya ini? Jelas-jelas cerita yang Jelita post di blog-nya adalah hasil imajinasinya sendiri tanpa menjiplak karya orang lain atau apapun itu.
Gadis itu mengetik di layar ponselnya.
'Maaf, tapi cerita ini bukan plagiat, lagipula aku tidak memplagiat karya orang lain, ini murni ideku sendiri'
Jelita berharap, pembacanya bisa mengerti.
Tapi sayangnya, balasan yang Jelita terima malah semakin menyakitkan, mereka malah menghujat Jelita dengan sebutan pembohong, penipu dan semua julukan jelek yang ditujukan pada Jelita.
Mata Jelita memanas, rasanya ingin dia menangis.
Tapi menangis tanpa sebab di dalam bus pasti menimbulkan tanda tanya penumpang lagi.
Jelita harus tahan
Jangan sampai dirinya jadi pusat perhatian.
****
Malam harinya, Jelita tengah duduk di meja belajar sambil memainkan laptopnya, mencari cerita yang sama dengan ceritanya, tapi tetap saja tidak ada dan Jelita tidak menemukannya, tapi bagaimana mungkin para pembaca blog-nya menyebut Jelita plagiat?
Apa buktinya?
Pintu kamar terbuka, nampak Mama Jelita memegang segelas susu di tangan kanannya, dia menghampiri anak gadisnya yang tengah berhadapan dengan laptop. "Kamu sedang apa? Menulis lagi?"
Jelita mengangguk, "iya, tapi…"
"Tidak ada yang membaca?" Mama Jelita menyambung sambil meletakkan susu diatas meja, "Mama kan sudah bilang untuk apa kamu membuat cerita seperti itu, hanya membuat kamu mengkhayal."
"Bukan itu, Ma. Jelita dituduh plagiat karya orang."
Mama Jelita menoleh pada sang anak, "apa Mama bilang, lebih baik kamu berhenti ngarang cerita seperti itu, kamu itu masih kelas dua SMK, seharusnya kamu banyak belajar, lagipula tidak menghasilkan uang kan?"
Sejak dulu, Mama Jelita memang kurang menyukai hobi menulis Jelita, padahal Jelita pernah mendapatkan juara menulis cerpen, tapi tetap saja itu tidak membuahkan dukungan untuk Jelita.
"Tapi, dengan cara menulis Jelita bisa melampiaskan emosi Jelita, lagipula, Mama terlalu sibuk bekerja sampai-sampai Jelita akan curhat pun tidak bisa."
Mendengar penuturan Jelita, sang Mama memutuskan untuk keluar kamar, "jangan lupa minum susunya."
Jelita memandangi kepergian sang Mama.
Semenjak bercerai dengan Papanya. Sang Mama semakin sibuk bekerja, bahkan sampai lupa pulang dan melupakan anaknya sendiri.