“Aduh! Gimana nih gimana nih gimana niiihh…,” mondar-mandir di depan cermin besar gelisah. Untung saja dia lihai memakai high heels jika tidak, gaun panjangnya itu akan terinjak dan alhasil tubuhnya jatuh ke lantai, “sumpah! gue gak nyangka kalo senior popular itu bakal dateng ke sweet 17 party gue!” semakin heboh kupu kupu di perut Emma ketika ekor matanya melirik jendela kamar ini dan melihat kembali paras tampan kakak kelasnya itu.
“Gue harus benerin lagi nih make up. Harus tampil cantik, harus elegan, gak boleh bar bar.”
Lampu – lampu aneka warna dan pernak – pernik di halaman rumah Emma ditata sederhana. Balon merah muda membentuk angka 17 terlihat jelas di belakang meja berisi kue ulang tahun tiga tingkatan. Tidak banyak orang menghadiri, cukup teman – teman dekat Emma di sekolah dan keluarga. Di hari istimewanya ini, acara dibuat layaknya dongeng dengan si pemeran utama datang seolah – olah terlambat.
Emma membuka pintu rumahnya disambut tepuk tangan selamat. Tidak ada yang benar – benar berseru kagum melihat kecantikan Emma yang berbeda mala mini karena setiap hari seorang Emma Leokis selalu tampil cantik. Sepasang mata yang tengah berulang tahun itu menatap lurus ke tamu yang diundangnya dengan malu malu beberapa hari yang lalu.
“Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday happy birthday, happy birthday to you…” berdiri di hadapan kue ulang tahun bertuliskan kapital EMMA LEOKIS, nyanyian gembira tulus itu sebagai aba – aba Emma meniup lilin.
“Make a wish, Emma will get her first kiss,” menutup mata berbisik pada dirinya sendiri, “huuh…”