Bisakah izin kalau sudah diberi libur panjang setiap bulan? Satu hari saja. Lagian, Emma tidak akan terlalu menyesal melewatkan acara siswa yang entah bagaimana wujudnya itu.
Tunggu dulu. Lalu, Emma tidak bisa mengajak teman, ya sekedar teman untuk dating ke sweet 17 party nya?
Pertama karena di sekolah ini tidak ada kelas resmi. Kedua, jika mengundang satu angkatan, berarti akan terhitung tragedi membolos paling buruk. Ketiga, Emma tidak cukup dekat dengan mengundang teman sekelas di sekolah lamanya, yang mana jarak ke desa Danlira ini tidak dekat juga.
“Kau harus makan siang di kantin. Ini sudah masuk waktunya.”
Mulut Emma yang mengaga sedih terpaksa tertutup karena ada nada ramah duduk di sampingnya.
“Aku, Lova. Namamu?” yang duduk tanpa permisi itu mengulurkan tangan ke arah Emma.
“Emma.” Sebuah perkenalan biasa, tangan Emma membalas.
“Aku Rere,” wajahnya menggambarkan tidak seramah temannya, perempuan terlihat sangat rapih itu merasa tak perlu mengulurkan tangan menyapa.
“Kurasa kau perlu mengambil seragam mu.”
“Oh, iya! Dimana aku bisa mengambilnya?” Emma jadi teringat, ada petunjuk untuk mengambil buku buku dan seragam biru di tempat semacam koperasi siswa.
“Akan aku antarkan nanti ke koperasi siswa. Tapi sekarang, kita harus ke kantin atau hanya menerima sisa sayuran dan nasi.” Jadi namanya sama seperti sekolah pada umumnya.
“Kau 18 tahun?” Emma ceria ada yang akhirnya mengajak anak bebek tersesat ini bicara. Lupakan Elvis karena mereka beda spesies.
“Iya,” Lova yang diikuti langkahnya oleh Emma ini menuju kantin sepertinya tidak penasaran usia Emma. Atau dia pasti mengira kalau kita seumuran.
“Kau pasti lebih muda,” Rere bisa tersenyum juga ternyata. Emma tarik kata katanya mengenai perempuan sangat bersih ini yang terlihat tidak ramah.
“Bagaimana kau tahu?” Emma melempar senyum seraya bertanya balik agar obrolan tidak terdengar membosankan. Ya, jika mereka akan baik baik saja, cukup bagi Emma mengundang 2 teman ke acara ulang tahunnya nanti.
“Kau terlihat kecil.”
“Apanya?” Tanya Emma berhati hati.
“Otak.”
WHAT?!
“Ayolah, Re. Kau tahu sifatmu buruk, tapi tidak seburuk itu,” yang ditegur Lova mendahului berjalan di depan dan sudah berbelok.
“Kau sakit hati?”
“Aku?” Emma sungguh masih terkejut, “tidak,” kalimatnya terbata bata, “aku baik baik saja.”