SIANG ini suasana Kampung terasa lengang. Beberapa orang berjaga-jaga di kantor desa. Beberapa orang lainnya masih ramai membicarakan ilmu hitam kedua orangtua Suryo da Geti yang ditangkapnya semalam. Di pasar, lapak yang biasa Amak gunakan untuk berjualan sudah dirusak oleh beberapa pemuda yang datang ke lapak itu. Bangku dikoyaknya dengan golok. Meja itu pun di lemparkannya jauh dari pasar.
Orang-orang di pasar hanya melihat adegan itu tanpa bisa melarang. Sebab, pemuda-pemuda itu sudah jelas tidak akan membiarkan orang melarangnya. Kalau ada yang berani, maka akan diseret seperti dua orang yang sekarang diikat di balai kampung.
Kepala Desa masih sibuk mengurus rumah Suryo yang dilumat habis oleh jago merah semalam. Berusaha mencari keberadaan Suryo dan Sarageti. Tidak ada jejek yang ditemukan. Semua ludes menjadi abu dan arang.
Opo Lao yang berdiri usai melihat sisa-sisa arang itu mendengus sesal. Seharusnya semalam dia beranikan diri membungkam orang-orang yang kerasukan itu. Sebab, bukti jika keluarga ini penganut ilmu hitam belum kuat.
Di sisi lain.
Kedua orang tua Suryo masih terikat di tiang dekat rumah ketua pemuda kampung tersebut. Dengan muka lebam dan darah dibeberapa bagian tubuhnya. Amak pun sudah berantakan, rambutnya tidak lagi serapi semalam. Kain yang membebat tubuhnya sobek di mana-mana. Darah ada dimulut dan wajahnya. Pelipis itu mengeluarkan darah. Wajahnya masih terlihat darah-darah kering.
Tiga orang duduk dan bersantai di panggok desa. Tempat yang biasanya digunakan untuk ronda malam cengan sebilah golok di sangkir mereka untuk menjaga tawanannya. Di depan mereka tersaji beberapa piring makanan. Menikmati ongol-ongol hangat dengan tertawa terbahak-bahak. Sembari menatap sinis ke arah dua orang yang terikat lemas.
"Mak bagaimana nasib kedua anak kita? Suryo dan Geti?" tanya Bapak pada Amak, yang sudah tergolek lemah tak berdaya.
Menggeleng. "Amak tidak tahu, Pak," jawabnya. "Semalam mereka Amak minta lari ke hutan lewat pintu belakang. Semoga saja ada orang baik yang menyelamatkan nyawa mereka."
Kalimat itu terhenti saat beberapa orang yang ada di panggok itu melemparnya dengan Batata rebus. Mengenai badan Suanggi. Kontan, Suanggi pun geram dengan ulah pemuda itu. Tapi, apa daya kedua tanganya terikat dan tidak bisa berbuat banyak selain berdoa, semoga segera dilepaskan.
Di ruang tamu, rumah ketua pemuda ada Kapita Lao yang berusaha membujuk ketua pemuda untuk melepaskan dua orang sanderanya, Suanggi (bapaknya Suryo) dan istrinya (Amak Santi).
Asap cerutu mengepul dari mulutnya. Wajahnya garang. Seram. Dan penuh dengan kebencian. Tatapan nyinyir itu menjadi jawaban permintaan Kapita Lao. Dari sana, suah jelas tidak ada kesempatan untuk keduanya lepas dari cengkeraman singa buas seperti pemuda itu.
Permintaan Kapita Lao tidak dihiraukan. Pemuda itu hanya diam dan hanya melirik sebelah mata.
"Apa sebaiknya, kita lepaskan saja mereka?" tanya Kapita Lao pada ketua pemuda.
Lagi-lagi ucapan itu dianggap angin lalu. Pemuda beringas itu hanya memicingkan sebelah matanya dan melipat bibirnya.
"Saya tidak mau ada SONGKOK di kampung kita. Dan bergentayangan membunuh pemuda di kampung ini!" dengan nada mengancam ketua pemuda itu mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Kapita Lao.
Keduanya saling tatap. Teramat dekat untuk kedua pria yang dewasa itu saling pandang. Jarak yang sangat ideal untuk memekik tatapan itu pada kedua mata Kapita Lao. Memberinya penegasan tentang tidak ada kebebasan untuk kedua orang naas.
Jawaban itu menutup mulut Kapita Lao yang terus berusaha membujuk pemuda itu.
Pria berwajah tirus dengan mata bulat itu tetap menolak permintaan Kapita Lao. Tekadnya untuk menghabisi kedua orang tua Suryo sudah tidak bisa diubah. Sore nanti lepas jam dua, kedua sandera itu akan dipenggal olehnya, di dekat Jurang Lenganen. Masyarakat yang kalut pun ikut mendukungnya. Bahkan ikut menyiksa dua orang yang tidak bersalah.
Kedua orangtua Suryo, sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh warga kepada diri mereka. Tidak akan ada kesempatan untuk selamat. Apa yang ada di benak mereka hanya kedua anaknya, Suryo dan Geti.